Tak terasa waktu begitu cepat berlalu, sebentar lagi kita akan mengakhiri tahun ini dan memulai tahun yang baru. Seperti tahun yang sudah-sudah, setiap kali pergantian tahun, pastinya kita memiliki harapan yang baru. Satu tahun sudah kita lewati, banyak hal yang menyenangkan dan mungkin juga tidak menyenangkan. Banyak harapan-harapan yang belum terwujudkan, ada kegagalan yang mungkin harus kita telan, ataupun kesalahan-kesalahan yang terlanjur kita lakukan. Dan kita berharap di tahun yang baru, kita dapat memulai lagi dari awal, memperbaiki kesalahan yang sudah kita lakukan di tahun yang lalu, serta kita memiliki pengharapan baru agar segala sesuatu menjadi lebih baik.
Aku jadi teringat, kurang lebih delapan tahun yang lalu, sebagaimana layaknya mahasiswa perantauan yang hidup di ibukota, aku mencoba mencari penghasilan tambahan dengan mengajar les anak SD. Dalam satu kesempatan si anak mendapat tugas dari sekolah, menuliskan apa harapannya untuk tahun yang baru. Dalam karangannya si anak berharap agak ibunya lekas sembuh. Yah, walau tidak pernah terucapkan tapi aku menyadari bahwa si ibu pastilah mengidap suatu penyakit yang serius. Setelah pertemuan pertama, untuk jangka waktu tiga bulan lamanya aku tidak pernah melihat si ibu karena sepertinya ia pergi ke Belanda entah untuk urusan apa. Dan ia mempercayakan pelajaran sekolah si anak sepenuhnya kepadaku yang saat itu harus 5 hari dalam seminggu, datang mengajari si anak. Dan sejak itu selama empat tahun lamanya, dari si anak kelas 6 SD hingga hampir SMU, aku selalu menemaninya belajar, sekaligus menjadi teman dan kakak.
Tapi harapan seringkali tinggal harapan, kita boleh saja menaruh harapan, tapi saat harapan itu tidak terwujud, kita juga harus bisa menerimanya. Karena tidak semua doa akan terjawab dan tidak semua pengharapan akan berbalas. Setelah berhenti mengajar empat tahun yang lalu, beberapa minggu yang lalu aku punya kesempatan untuk berbincang dengan si anak. Sudah lama sekali kami tidak ngobrol walaupun kami tetap terhubung karena keajaiban yang ditawarkan oleh teknologi bernama internet melalui friendster dan facebook. Aku bertanya kepadanya, bagaimana keadaan ibunya. Dan sangat menyesal aku harus mendengar jawaban ini: “Sorry ci2, aku tidak sempat kasih tau, mother passed away 2 tahun yang lalu….” Entah mengapa aku tidak terlalu kaget mendengarnya walaupun juga tidak menyangka akan secepat itu, karena sejak semula aku sudah yakin pastilah penyakit kanker yang diderita oleh si ibu. Setelah itu yang terlintas di dalam ingatanku adalah potongan kejadian-kejadian masa lalu, bagaimana harapan si anak atas kesehatan ibunya….
Pada akhirnya aku kembali diingatkan, bagaimana kita harus bersikap tulus, bahkan atas harapan yang kita sampaikan sendiri. Tulus, tanpa mengharapkan balasan. Agak aneh memang, bagaimana mungkin kita memiliki pengharapan atas sesuatu, tapi kita juga tidak boleh mengharap balasannya? Tapi itulah caranya ‘melepas’ agar kita bisa mengatasi ‘keterikatan’ yang seringkali mendatangkan ketidakpuasan yang berujung penderitaan.
Dalam hitungan hari, kita akan memulai tahun yang baru, harapan yang baru. Harapanku untuk tahun yang baru, dalam situasi yang mungkin serba sulit dan menjadi lebih sulit, aku hanya berharap setiap orang masih memiliki hati yang berbelas kasih dan penuh cinta, supaya tidak ada perselisihan, pertikaian dan tidak ada yang saling melukai. Agar kehidupan menjadi lebih baik….
Tahun yang baru, harapan baru yang selalu sama:
Semoga semua makhluk berbahagia….