Feeds:
Posts
Comments

Archive for May, 2009

j0438647
Akhir-akhir ini aku jadi hampir lupa menulis untuk diriku sendiri, karena terlalu sering menulis buat orang lain. Menulis buat orang lain maksudnya aku memang memperuntukkan tulisanku dibaca orang lain, jadi baik isi maupun tata bahasanya harus aku pikirkan supaya orang nyaman membacanya. Terus terang aku lebih suka menulis untuk diriku sendiri, dengan gaya dan bahasaku sendiri dan yang paling penting adalah isi yang aku tujukan terutama untuk diriku sendiri.

Terakhir kali aku menulis bagaimana aku merasa ‘blank’ kehilangan arah dan tujuan hidupku. Aku bahkan sempat tidak bisa menuliskan apa-apa walaupun begitu banyak yang terlintas di dalam otakku dan begitu inginnya aku tuangkan dalam tulisan. Seolah-olah aku merasa tidak ada gunanya aku menulis, karena aku sendiri tidak mengenal diriku, tidak tahu apa tujuan hidupku…

Tetapi aku menyadari bahwa dalam hidup kadangkala kita harus melewati fase itu, fase di mana kita jadi kehilangan pegangan dan arah. Beruntunglah aku tidak terlalu lama berada dalam kondisi itu. Aku sudah menemukan apa yang jadi tujuan hidupku, hei kalau kupikir sebenarnya aku sudah tahu itu, tapi aku sempat melupakannya dan tidak menyadarinya. Aku yang sekarang sudah bisa menerima diriku apa adanya dan aku siap untuk terus berjuang dalam hidup ini.

Awalnya aku terlalu banyak berpikir dan menyesali apa yang ada di hidupku sekarang ini. Menyesali mengapa aku harus menanggung segala beban hidup yang ada. Karena aku percaya akan karma, aku percaya apa yang terjadi di kehidupanku saat ini adalah akibat dari perbuatanku di kehidupan yang lalu tentunya, aku jadi bertanya-tanya apa salahku dulu? Aku mulai hidup dalam rasa penyesalan yang besar… mempertanyakan mengapa ‘aku yang dulu’ berbuat begitu banyak kesalahan sehingga ‘aku yang sekarang’ yang harus menanggungnya. Semua pertanyaan, rasa tidak puas dan penyesalan itu selalu menghantuiku. Aku seperti tidak dapat memaafkan diriku sendiri dan aku jadi lupa dengan apa yang seharusnya kulakukan saat ini.

Sampai suatu hari aku membaca sebuah artikel, bagaimana cara Buddha memaafkan orang, dan aku jadi menyadari kalau ‘aku yang sekarang’ ini berbeda dengan ‘aku yang kemarin’, karena segala yang terkondisi selalu berubah. Kalaupun dulu aku telah melakukan kesalahan, itu adalah ‘aku yang lalu’, dan ‘aku yang sekarang’ sudah menjadi ‘aku yang baru’ dan sudah seharusnya tidak sama dengan ‘aku yang lalu’ asalkan aku tidak mengulangi kesalahan yang sama. Untuk itulah aku belajar dari Sang Buddha yang memaafkan orang yang telah menyakitinya, dengan memaafkan diriku sendiri. Aku menyadari bahwa meskipun aku yang sekarang berbeda, tetapi aku tetap harus menanggung akibat dari perbuatanku yang dulu. Yang terpenting untukku saat ini adalah menyadari bahwa aku memang telah melakukan kesalahan dan aku pasti akan menanggung akibatnya, tetapi aku tidak akan berlarut dalam penyesalan itu, aku hidup saat ini untuk membayar apa yang menjadi hutangku yang lalu.

Saat yang bersamaan juga, aku sedang mempelajari kitab Jataka, dimana berisi kelahiran-kelahiran yang lalu dari Buddha Gotama. Dari situ aku belajar, bahwa kehidupan yang berulang itu bukannya tanpa maksud. Kehidupan yang berulang itu ditujukan untuk memperbaiki kesalahan dan menyempurkan diri kita. Sebelum lahir menjadi seorang manusia dari suku Sakya dengan gelar pangeran, Siddharta Gotama, yang kemudian menjadi Buddha, sudah mengalami kelahiran yang tak terhitung banyaknya. Dan tidak hanya sebagai manusia, tetapi juga sebagai hewan, sebagai dewa dan sebagai makhluk lainnya. Dalam kelahiran yang berulang itu Bodhisattwa bakal Buddha melakukan begitu banyak kebajikan, beliau menyempurnakan Parami-nya sampai pada kelahiran terakhirnya sebagai Pangeran Siddharta.

Dari sini aku belajar, begitu pula halnya diriku saat ini, aku lahir sebagai manusia merupakan suatu berkah yang tak ternilai harganya karena dapat mengenal Dhamma ajaran Buddha. Kelahiranku kali ini tentunya juga memiliki maksud dan tujuan. Aku lahir sebagai manusia dan mengenal Dhamma adalah hasil dari karmaku, pastilah dulu aku telah berbuat suatu kebajikan sehingga bisa lahir dalam kondisi seperti itu. Tetapi aku menyadari bahwa ada banyak kesalahan yang sudah aku perbuat, dan aku harus membayarnya di kehidupan ini dan mungkin di kehidupan-kehidupan selanjutnya. Belajar dari kisah Jataka, aku juga menemukan bahwa seringkali kesalahan yang sama diulang kembali dalam kehidupan yang selanjutnya. Untuk itulah kita hendaknya selalu sadar dan berusaha sebaik mungkin menjalankan Dhamma ajaran Buddha sehingga kesalahan yang sama tidak terulang kembali.

Tujuan hidupku saat ini, seperti halnya Bodhisattwa bakal Buddha, adalah menyempurnakan Parami-ku sehingga bisa menemukan kebahagiaan sejati Nibbana. Aku percaya di setiap makhluk terdapat benih ke-Buddha-an, karena itulah seharusnya dalam kelahiran ini dan mungkin banyak lagi kelahiran berikutnya, aku harus berjuang untuk menyempurnakannya sampai aku berhasil mencapai Nibbana.

Semoga kesadaran akan tujuan hidupku ini, bisa membuatku senantiasa hidup sesuai dengan Dhamma yang menuntunku pada ‘kesempurnaan’…

Read Full Post »

Silent

ist2_2634427-lonely-child

Sometimes we do not need any words to tell anyone what had happened.
Just a simple picture and it tells you a lot…
Even though there are so many words on my mind but my hands cannot write any of it to tell anyone what I feel…

Read Full Post »

directionKenapa ya? Belakangan ini mood ku sangat tidak bagus sekali, bukan dalam pengertian buruk, tapi fluktuasinya benar-benar membuatku lelah. Aku bisa sangat gembira tertawa sampai perutku sakit bersama temen-temanku, tapi setelah itu aku justru merenung dan berpikir lebih keras dari biasanya. Perbedaan yang bagaikan langit dan bumi, seperti terjatuh dari puncak gunung ke dalam jurang yang dalam, rasanya kosong… aku bahkan tidak bisa lagi merasakan apa-apa…

Aku bingung, aku merasa hampa dan kehilangan arah… aku tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah, apa yang harusnya kulakukan dan mana yang tidak. Aku seperti robot tanpa perasaan, bergerak dan melakukan aktivitas tanpa aku tahu untuk siapa, dan mengapa?

Berbagai pertanyaan yang biasa muncul bahkan seperti sudah lelah untuk menampakkan dirinya… aku hidup tapi serasa tak hidup, tak tahu kemana harus kubawa diri ini…
Aku hanya melakukannya tanpa rasa, tanpa jiwa, tanpa makna… Kadangkala aku merasa ingin berhenti, aku ingin diam saja sementara kubiarkan bumi berputar sendiri karena aku sudah lelah mengikuti arahnya… Di lain waktu aku merasa ingin berlari tanpa tahu apa yang kukejar ataupun kuhindari… berlari.. hanya berlari meninggalkan sesuatu yang bahkan kutaktahu apa itu…

Tapi kadangkala kesadaran itu bisa muncul… kesadaran yang membuatku untuk terus bertahan dan berjuang… meski tak kutahu mengapa harus kubertahan dan apa yang harus kuperjuangkan…
Aku lelah, sangat lelah… tapi diam pun tidak membuatku beristirahat… bahkan otak dan perasaan kosongku pun membuatku lelah… kehampaan membuatku tersiksa, tanpa tahu kenapa?

Aku tidak ingin begini berlama-lama, aku ingin segera mengakhirinya tapi semakin keras kuberusaha semakin tidak bisa kumengerti segalanya…
Diam… aku harusnya diam… walau masih belum juga bisa kumenemukannya…tapi setidaknya mengurangi sedikit energi yang harus kukeluarkan…mengurangi sedikit rasa lelahku…

Aku hanya berharap ini akan segera berlalu… semoga aku diberi kekuatan untuk melaluinya, menghadapinya, dan bukan lari darinya…

Semoga segera kutemukan jawaban dan pertanyaannya, yang akan membawa pada aku yang baru…

Aku yang bebas… aku yang tak lagi mempertanyakan arah… Karena aku yang menciptakan arah itu sendiri…

Read Full Post »

visa
Lebih kurang satu minggu lagi, seluruh umat Buddha di dunia akan memperingati hari Tri Suci Waisak, dimana tahun ini kita di Indonesia memperingatinya pada tanggal 9 Mei 2009. Banyak dari kita sebagai umat Buddha hanya sekedar memperingati hari Waisak saja, tanpa mencoba memahami makna sebenarnya dari peringatan hari Tri Suci Waisak, demikian juga halnya dengan saya. Seumur hidup saya tidak pernah mencoba untuk memahami apa makna hari Waisak yang sesungguhnya. Bagi saya Waisak sekedar merupakan hari raya umat Buddha, dan karena saya termasuk umat Buddha, jadi saya juga memperingatinya.

Tetapi tahun ini ada yang berbeda, buat saya tahun ini penuh dengan perenungan, entahlah apakah karena usia saya yang sudah hampir memasuki kepala tiga sehingga membawa saya kepada kematangan, atau juga karena belakangan saya mulai mendalami Dhamma dengan lebih serius. Ini membuat saya jadi memikirkan makna Waisak yang sesungguhnya bagi kita umat Buddha, dan buat saya pribadi khususnya.

Kita semua tahu, Waisak memperingati tiga peristiwa penting: Kelahiran Pangeran Siddharta, Pencapaian Pencerahan Sempurna (Menjadi Buddha), serta Buddha Parinibbana (Kematian). Cukup lama saya mencoba merenungi ketiga hal ini dalam kaitannya dengan peringatan hari Waisak. Dan apa yang tertuang di sini adalah hasil perenungan saya yang mendalam mengenai makna Waisak untuk kita saat ini.

Kelahiran
Peristiwa pertama yang kita peringati adalah kelahiran Pangeran Siddharta, seorang calon Buddha. Merupakan suatu peristiwa yang luar biasa bahwa telah lahir seorang calon Buddha di dunia ini, dan tentunya hal ini patut kita kenang. Tetapi lebih dari sekedar mengenang kelahiran dari Pangeran Siddharta, saya justru menemukan bahwa makna yang sesungguhnya adalah lebih kepada proses kelahiran itu sendiri. Kita semua ada dan hidup di bumi ini karena kita dilahirkan, dan kita tahu bahwa selama masih ada kelahiran, berarti kita masih terjebak dalam samsara. Seharusnya kita berusaha untuk tidak terlahir kembali, seperti yang telah ditunjukkan oleh Buddha sendiri. Tetapi disamping itu, kita juga patut mensyukuri kelahiran kita sebagai manusia, yang sulit terjadi. Dengan kelahiran sebagai manusia berarti kita berkesempatan untuk mencapai pembebasan sejati, dan untuk itu kita tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan yang ada ini.

Pencapaian Pencerahan Sempurna
Peristiwa kedua yang kita peringati adalah bagaimana Pangeran Siddharta menjadi Buddha. Pangeran Siddharta merasakan ketidakpuasan dalam hidup ini, mengapa orang bisa menderita sakit, mengapa orang bisa menjadi tua, mengapa orang akan berakhir dengan kematian, sampai beliau menyadari bahwa semua manusia memang akan mengalami yang namanya kelahiran, menjadi tua, menderita sakit dan akhirnya akan mati. Saat melihat seorang petapa, beliau jadi bertekad untuk menemukan jalan pembebasan dari penderitaan itu. Bukanlah sesuatu yang mudah untuk bisa memperoleh hal tersebut, bahkan cara yang ekstrim sekalipun pernah dijalani oleh Pangeran Siddharta. Apa yang telah dilalui oleh Pangeran Siddharta dalam mencapai pencerahan sempurna dan menjadi Buddha adalah sebuah proses. Mulai dari berguru pada satu guru ke guru yang lain, dan mengalami banyak rintangan, sampai akhirnya semua berhasil dilalui dan menjadi Buddha (yang ‘Sadar’). Ini adalah suatu peristiwa yang sangat penting bagi kita manusia, karena dengan ‘kesadaran’ yang diperoleh-Nya, kita semua dapat mengetahui jalan untuk membebaskan diri dari samsara.
Bagi saya, makna dari pencapaian pencerahan sempurna ini adalah pada ‘tindakan’ yang telah diambil oleh Pangeran Siddharta, dan pada proses dalam usaha pencapaian itu sendiri. Pangeran Siddharta dilimpahi dengan segala kemewahan sebagai seorang putra raja, namun beliau dengan tekad yang kuat untuk membebaskan manusia dari penderitaan duniawi dan menemukan kebahagiaan sejati, telah mengambil ‘langkah besar’ dengan meninggalkan semua yang beliau miliki.
Begitu pula dalam kehidupan kita saat ini, sebenarnya kita cukup beruntung karena Buddha sudah menunjukkan jalan, tidak harus kita cari sendiri. Masalahnya, apakah kita akan ‘bertindak’ dan mengambil ‘langkah’ untuk berjalan di jalan yang sudah ditunjukkan-Nya? Kebanyakan kita sudah mengetahui jalan yang ditunjukkan oleh Buddha, tetapi sudahkah kita menjalaninya? Dan seperti halnya Buddha, butuh proses yang panjang, halangan dan rintangan dalam mencapainya, begitu juga yang akan kita alami. Meskipun sulit, Pangeran Siddharta tetap tidak menyerah sehingga dapat berhasil, lalu bagaimana dengan kita? Mampukah kita bertahan dan berjuang terus untuk mencapainya, dengan segala kesulitan yang ada?

Parinibbana (Kematian)
Peristiwa terakhir yang kita peringati di hari Waisak adalah peristiwa wafat (parinibbana) Buddha. Mengapa Buddha harus wafat? Karena memang seharusnya seperti itu, karena setiap manusia akan mengalami kematian. Jika Buddha tidak wafat, justru akan mematahkan apa yang sudah diajarkan oleh-Nya sendiri, bahwa segala yang terkondisi adalah tidak kekal (anicca).
Bagi saya, peristiwa ini memiliki makna yang tak kalah pentingnya dibandingkan kedua peristiwa lainnya. Kematian adalah hal yang pasti, itu yang harus kita sadari. Selama ada kelahiran, kematian sudah menanti. Moment Parinibbana Buddha harusnya menyadarkan kita bahwa hidup ini anicca, bahkan seorang Buddha sekalipun tidak dapat lari dari kenyataan ini. Dengan demikian, memaknai peristiwa ini, hendaknya kita menyadari bahwa kematian bisa kapan saja menghampiri kita, dan itu adalah pasti. Sekarang bagaimana kita bisa siap menghadapinya dengan bekal ‘jalan’ yang sudah ditunjukkan oleh Buddha?

Akhirnya, saya sampai pada kesimpulan dari perenungan saya, setiap tahun kita memang memperingati Waisak sebagai tiga peristiwa penting yang sudah dilalui oleh guru junjungan kita, Buddha. Tetapi lebih dari pada itu, makna Waisak yang sesungguhnya buat saya adalah menyadari bahwa saya dan juga banyak makhluk lainnya masih belum terbebas dari siklus kelahiran dan kematian, sementara jalan pembebasan sudah ditemukan. Saya cukup beruntung untuk terlahir sebagai manusia dan dapat mengenal Dhamma ajaran Buddha, tetapi sudahkah saya mengambil ‘tindakan’ dan melangkah di jalan yang akan membebaskan saya dari siklus itu?
Dengan makna yang seperti ini, bagi saya setiap detik adalah peringatan Waisak, karena setiap detik pula saya seharusnya menyadari atas kelahiran, kematian dan jalan pembebasan yang harus saya tempuh.

Selamat Hari Waisak 2553,
Semoga Tri Suci Waisak mengingatkan kita semua untuk senantiasa meneladani Buddha melalui tiga peristiwa, sehingga bisa mencapai kebahagiaan sejati….

Jakarta, 1 Mei 2009; 5:05 AM
Jennifer Vidyadharmi

Read Full Post »