Feeds:
Posts
Comments

Archive for March, 2019

Tidak terasa satu kuartal telah terlewati di 2019 ini. Waktu benar-benar berjalan dengan cepat. Kesibukan menambah cepatnya perjalanan waktu bagiku. Tanpa terasa pula sebentar lagi setahun sudah sejak kepulanganku dari Taiwan. Banyak yang terjadi dalam kurun waktu satu tahun, tapi entah mengapa yang paling mengusikku adalah soal kematian, kepergian orang-orang yang ada di sekitarku.

Sebelum aku berangkat ke Taiwan di 2017, saat masih bekerja dan suka travelling, seringkali karena terlalu sering membawa barang berat, tanganku jadi terkilir alias keseleo. Dan seperti kebiasaan pada umumnya, jika terkilir pastilah yang dicari tukang urut atau sinshe yang bisa pijat. Dulu aku selalu pergi ke satu sinshe di petak sembilan daerah kota. Usianya tidak terlalu tua mungkin masih sekitar 60an nyaris 70, dan jika dilihat orangnya tampak masih sehat dan segar. Setelah kembali dari Taiwan tahun lalu, kebetulan tanteku ingin pergi pijat ke sinshe tersebut dan ternyata mendapat kabar kalau beliau sudah meninggal.

Kelahiran dan kematian bukanlah hal yang aneh dalam kehidupan ini, terlebih buatku yang tengah belajar mengenai ketidakkekalan. Tetapi tetap saja hal ini mengusik diriku. Dalam kurun waktu setahun, siapa saja bisa pergi meninggalkan kita untuk selamanya. Aku jadi teringat selama setahun aku tinggal di Hualian, Taiwan, aku sudah melihat lebih dari 3 kali peristiwa kematian. Memang orang-orang tersebut tidak aku kenal, tapi entah kenapa aku jadi merasa diperlihatkan bahwa betapa tidak kekalnya hidup ini, diingatkan bahwa kapan saja hal ini bisa terjadi pada diriku.

Hal terakhir yang benar-benar mengingatkanku soal ketidakkekalan ini adalah saat aku bermimpi bahwa seseorang memberitahuku bahwa waktu hidupku hanya tinggal 10 tahun lagi. Sebenarnya ini tidak jelek juga bagiku, hidup terlalu lama tanpa makna sama saja seperti mati. Sejujurnya semenjak kepergian mami aku merasa sepertinya sudah tidak ada gunanya lagi aku hidup. Aku sudah tidak bisa membayar hutang budiku di kehidupan ini. Lalu aku tidak punya suami atau anak yang harus aku urus, sementara bagiku kakak adikku seharusnya sudah bisa mengurus diri mereka sendiri.

Kadangkala aku berpikir sudah waktunya aku pergi. Tugas sudah selesai di kehidupan ini, biar kubayar hutang di kehidupan yang akan datang. Mungkin orang akan bertanya kenapa aku tidak berkeluarga? Sejujurnya sebagian diri ini mungkin pernah menginginkannya, tapi sebagian lainnya juga menolaknya. Kupikir ini tidak lepas dari karmaku di banyak kehidupan yang lalu. Jadi jika sekarang aku ditanya kehidupan mana yang aku pilih, aku pikir pada dasarnya kita semua datang seorang diri, dan akan pergi seorang diri.

Berkeluarga ataupun tidak, kita ini tetap sendiri, menempuh jalan seorang diri. Keluargamu adalah teman dalam perjalanan, dan sesungguhnya tidak terbatas keluargamu saja, setiap orang yang kau temui dalam hidupmu adalah teman seperjalanan. Beberapa mungkin sudah berhenti terlebih dahulu sehingga tidak lagi berjalan bersamamu, beberapa mungkin mengambil jalan yang berbeda denganmu, yang bisa saja satu kali nanti di satu masa yang berbeda bisa bertemu kembali denganmu di satu jalan yang sama.

Aku tidak pernah takut sendiri, aku tidak pernah merasa sendiri, dan kematian bahkan bukan akhir buatku. Aku ingin memulai yang baru, tapi entah mengapa sepertinya ada yang masih harus kulunasi di kehidupan ini, dalam kurun waktu yang relatif singkat ini.

Siapapun itu kamu atau kalian, jika memang aku harus melunasi hutangku di kehidupan ini, datanglah padaku, muncullah di hadapanku, karena aku tidak mau berdiam terlalu lama di sini, karena tugas baru sudah menungguku dan jalan sudah menantiku untuk melangkah maju…

Atambua, 31 Maret 2019

~Jen~

08.00WITA

Read Full Post »