Satu tahun lagi akan berganti, sepertinya tiap akhir tahun hampir setiap orang akan menuliskan pencapaian dan refleksi apa yang terjadi di tahun ini dan harapan serta resolusi mereka untuk tahun yang akan datang. Dan hampir setiap tahun juga aku melakukan hal yang serupa, hanya sekedar sebagai pengingat untuk diri sendiri.
Sebenarnya tahun baru maupun hari biasa adalah sama saja, yang menjadikannya berbeda karena kita membuat suatu ukuran atas satu periode masa dimana seolah satu rentang waktu telah kita lalui dan kita memberikan penambahan angka di sana. Buatku yang lahir di bulan awal tahun membuat pergantian tahun juga bermakna sebagai usia yang bertambah. Bertambahnya usia bagiku adalah sama dengan berkurangnya umurku untuk hidup di dunia ini.
Aku masih ingat, dulu waktu usiaku masih kepala 2, rasanya waktu berjalan begitu lambat, tapi entah kenapa sekarang ini setelah menginjak kepala 3, waktu berjalan terasa begitu cepat. Aku sendiri kadang masih tidak merasa bahwa aku sudah tua, tapi usia memang tidak bisa bohong, sebagai manusia kita mengalami fase pembentukan, berkembang, kerusakan atau pelapukan, lalu mati. Saat ini di usia yang sudah hampir kepala 4 yang berarti sudah lebih dari setengah usia hidup rata-rata orang Indonesia khususnya, tentunya tubuh ini sudah mulai mengalami fase pelapukan. Rambut yang tadinya bewarna hitam sudah mulai berubah putih, kulit yang tadinya putih mulus sudah mulai timbul bercak-bercak tanda penuaan, dan masih banyak tanda-tanda lainnya yang menandakan bahwa tubuh ini sudah tak lagi sama seperti yang dulu. Memang segala sesuatu yang terkondisi tidaklah kekal, tubuh jasmani ini tentunya juga mengalami perubahan.
Tahun 2018 ini, setelah memutuskan kembali ke Indonesia, aku akhirnya kembali ke dunia kerja. Kembali bekerja berarti kembali ke dunia dimana aku akan menghadapi masalah-masalah dan orang-orang baru dengan beribu satu karakternya. Kadangkala hal ini sangat melelahkanku yang lebih suka sendiri. Buatku, yang melelahkan dari bekerja itu adalah saat harus berinteraksi dengan banyak orang. Tapi aku menyadari, kita hidup di dunia ini tidak sendiri, tidak bisa terlepas dari peranan orang lain. Makanan yang kita makan, pakaian yang kita pakai, semua itu ada jasa orang-orang yang berperan di dalamnya. Hutang piutang tidak bisa dihindari, dan tentulah hutang harus dibayar. Menyadari hal ini, aku hanya berusaha untuk membayar segala apa yang seharusnya aku lunasi.
Banyak hal yang terjadi di 2018 ini, tapi dari semuanya, aku cukup dibuat berpikir keras oleh dua kejadian yang serupa dengan dua orang berbeda, dimana yang satu malah terhitung orang asing bagiku. Tetapi anehnya, kedua orang ini memberikan nasihat yang serupa, nasihat yang seolah mematahkan tekad dan pemikiranku. Sebenarnya aku sangat berterima kasih kepada dua orang ini, karena aku percaya yang mereka sampaikan kepadaku itu adalah dengan maksud dan tujuan yang baik dari lubuk hati mereka. Tapi buatku yang sudah membuat keputusan ini, apa yang mereka sampaikan membuatku jadi berpikir. Ada pepatah bilang, saat kita bertekad untuk melakukan sesuatu, kadangkala ujian itu datang, banyak gangguan dan godaan-godaan yang berusaha menggagalkan tekad kita. Aku jadi berpikir, apakah kedua orang yang bermaksud baik ini juga termasuk godaan untuk menggagalkan apa yang telah aku tekadkan? Karena Siddharta sendiri juga mengalami berbagai gangguan sebelum akhirnya mencapai penerangan sejati.
Sejujurnya aku jadi sedikit bimbang, aku sendiri tidak tahu seberapa besar tekadku ini, apakah aku harus bersikeras, ataukah aku membiarkan segala sesuatu mengalir bagaikan air saja? Aku selalu berdoa agar Tuhan menuntun jalanku pada apa yang seharusnya, tapi mengapa aku menemui hal-hal ini? Apakah ini bagian dari jalan yang harus aku lalui?
Kembali lagi aku teringat akan sebuah nasihat, bahwa aku seharusnya menjalani kehidupan ini dengan tulus. Setelah sekian lama mendapat nasihat ini, aku masih belum dapat memahami ketulusan seperti apa yang seharusnya aku miliki dalam menjalani hidup ini? Kemarin tiba-tiba saja aku terpikir, tulus ini mungkin berarti menerima segala apa yang terjadi padaku tanpa mempertanyakannya, lalu menjalaninya dengan sebagaimana seharusnya, tanpa berkeluh kesah, baik itu hal yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, karena biar bagaimanapun yang terjadi padaku adalah memang apa yang seharusnya terjadi menurut karmaku sendiri. Jadi mungkin itulah ketulusan yang harus aku jalani.
Dengan kesimpulan sementara ini, aku telah siap membuka hatiku untuk menyambut tahun yang baru dan segala kejutan yang menantiku. Apapun itu, aku akan dengan ikhlas menerimanya, dan dengan tulus menjalaninya. Baik itu hal yang susah ataupun senang, aku akan menerimanya dengan berbesar hati, menjalaninya sebagaimana seharusnya, karena aku percaya Tuhan tidak akan membiarkanku tersesat, sekalipun aku mungkin salah memilih jalan, tapi mungkin disitu ada pelajaran yang bisa kupetik, ada hutang yang masih harus kubayar. Dan aku selalu percaya, akan selalu ada jalan pulang untukku. Sejauh apapun jalan memutar yang mungkin harus kutempuh, sesulit apapun rintangan yang harus aku hadapi, tapi jalan pulang itu selalu ada untukku. Karena aku datang ke dunia ini, untuk menemukan jalan agar dapat kembali kepadaMu Tuhan.
Jakarta, 31 Desember 2018
~Jen~
05.05 pm
Leave a Reply