Feeds:
Posts
Comments

Archive for August, 2008

Belajar ‘Melepas’

Sekali lagi rasanya topik mengenai uang ataupun materi jadi hal yang selalu mengusikku. Aku tidak tau seberapa butuhnya manusia akan uang ataupun materi lainnya termasuk pangkat dan kedudukan. Tapi kadangkala hal-hal ini jadi sesuatu yang menimbulkan keburukan.

Apa aku tidak butuh uang ataupun materi? Jelas aku butuh, sebagai manusia sama seperti yang lainnya banyak hal-hal yang aku butuhkan dan memerlukan uang. Tapi apakah lantas aku jadi mengejarnya dan menjadikannya ukuran dalam pencapaianku? Terus terang kukatakan aku belajar untuk tidak! Kenapa? Aku sudah melihat dan cukup merasakan bagaimana uang dan materi bagaikan candu yang membuatmu ketagihan dan melemahkan kesadaranmu.

Aku tak tau apakah ini ada hubungannya juga dengan idealismeku atau kekeraskepalaanku. Tapi aku belajar untuk tidak terikat dengan uang ataupun materi. Dan baru kusadari saat aku ‘melepas’ aku justru mendapatkannya…. Saat aku tidak mengejarnya, justru mereka datang kepadaku dengan sendirinya. Aku percaya apa yang disebut dengan karma tentunya. Saat kamu banyak memberi kamu akan banyak mendapatkan, walaupun tidak mentah-mentah kamu memperolehnya ataupun secara langsung terjadi. Tapi semua itu berbuah pada waktunya, pada saat-saat yang tepat….

Aku ingin menyampaikan hal ini pada teman-temanku, tapi aku tak tahu apakah penyampaianku yang salah tapi sepertinya aku bisa dipandang sebagai sosok yang idealis dan sombong ya… tidak butuh uang dan materi, mungkin dalam hati mereka berkata ‘kalau gitu sini saja buat saya, karena saya lebih butuh’, mungkin kata-kata itu yang ada di benak kalian. Tapi mungkin kembali harus kutegaskan aku bukannya tidak butuh uang ataupun materi, tapi aku belajar untuk tidak terikat dan tidak mengejarnya. Karena pada akhirnya aku menyadari bahwa seperti hal nya cinta, kedudukan dan materi, bila terlalu erat ‘digenggam’ akan ‘lari’ dan menjauh darimu….

Tapi sewaktu kau dengan berlapang dada menerima segala kondisi yang ada, tanpa keserakahan, tanpa hawa nafsu, mereka akan datang padamu dengan sendirinya….

Karena itulah teman… aku selalu belajar untuk ‘melepas’…

Read Full Post »

Teguran Semut

Semalam ada hal yang menurutku cukup aneh. Seperti biasa mendekati deadline pengumpulan bahan buku, aku selalu lembur mengerjakannya sampai lewat jam 1 pagi. Setelah menyelesaikan tulisanku dan mengirimkannya melalui email, aku beranjak pergi tidur. Seperti malam-malam biasanya, sebelum tidur aku menyempatkan diri ke kamar mandi. Di dalam kamar mandi aku menemukan hal yang menurutku cukup aneh. Aku melihat begitu banyak barisan semut kecil keluar dari sela-sela dinding yang terbuka. Semutnya kecil-kecil sekali dan jumlahnya sangatlah banyak.

Sesaat aku tertegun, tidak ada sisa makanan atau apapun di dalam kamar mandi yang notabene baru saja kubersihkan pada pagi harinya. Dan selama ini memang tidak pernah ada seekor semut pun yang pernah terlihat di kamar mandi itu. Aku terpaku, dalam hati timbul pertanyaan, apa yang harus kulakukan? Terus terang aku geli sekali melihat begitu banyaknya barisan semut itu, tapi haruskah aku membunuh mereka semua?

Ada bisikan dalam hati kecilku, “mereka tidak bersalah dan mereka juga ingin hidup”. Bisikan kecil ini membuatku memutuskan untuk membiarkan semut-semut itu tanpa menggubrisnya sama sekali, walaupun sempat terlintas dalam pikiranku untuk menyemprotkan obat nyamuk untuk menyingkirkan barisan hewan kecil itu. Pada akhirnya aku tidak melakuan apapun terhadap mereka. Aku melihat di dalam bak mandi terdapat beberapa ekor semut yang mungkin secara tidak sengaja terjatuh ke dalamnya. Aku masih sempat mengambil beberapa gayung air sambil mengeluarkan hewan-hewan kecil itu dari dalam bak, sebelum akhirnya beranjak tidur.

Saat akan beranjak tidur, tiba-tiba pikiran itu muncul, pikiran yang membawaku pada satu kesadaran lagi. Ternyata memang mudah bicara tapi sulit untuk melaksanakannya. Aku dan juga teman-teman lainnya yang tergabung dalam team penyusun buku, mungkin saja dengan mudah menulis sesuatu yang mengajarkan orang untuk tidak berbuat ini dan berbuat itu. Jangan berbuat demikian karena ini salah, jangan berbuat begitu karena itu menyakiti makhluk lain. Berbuatlah seperti ini karena ini baik, berbuatlah seperti itu karena itu membawa kebaikan bagi makhluk lain. Tapi di antara kami semua, apakah kami sendiri sudah menjalankan apa yang kami tulis? Ketika kami menyampaikan semua itu, apakah kami sendiri sudah patut dan pantas untuk menjadi panutan mereka?

Menyadari hal ini, kadangkala aku merasa malu, malu pada diriku sendiri, malu pada orang-orang yang mungkin membaca apa yang aku tulis. Ternyata memang mudah untuk sekedar menulis atau berbicara, menyuruh orang untuk ini dan itu. Tapi apakah kita sendiri sudah melaksanakannya? Apakah kita sudah cukup suci untuk melarang dan mengajarkan orang lain untuk melakukan ini dan itu?

Aku bersyukur, karena semalam aku memutuskan untuk membiarkan semut-semut itu seperti apa adanya, setidaknya aku telah mencoba melakukan sesuatu yang baik, yang juga sudah kusarankan untuk dilakukan oleh orang lain.

Semua tidak berhenti di sini, saat tadi pagi aku hendak mandi, aku kembali dibuat tertegun. Tidak ada lagi semut-semut itu, bahkan seekor pun tak meninggalkan bekas sama sekali. Otakku mulai berputar, mungkinkah mereka sudah disingkirkan oleh kakakku yang terlebih dahulu masuk ke kamar mandi? Tapi sekalipun mereka disingkirkan oleh kakakku, dengan apapun itu, aku yakin pasti akan meninggalkan bekas, setidaknya beberapa ekor yang mungkin terjatuh ke dalam bak. Tetapi apa yang kulihat, kamar mandi itu bersih, tak tampak bekas sedikitpun yang memperlihatkan tanda-tanda sudah adanya pembantaian semut-semut.

Aku jadi merasa semalam aku sedang diuji ataupun ditegur dan diingatkan kembali, bahwa yang terpenting bukan hanya bisa mengajarkan orang untuk melakukan kebaikan ataupun menghindari kejahatan. Tetapi lebih dari itu aku sendiri harus bisa melaksanakannya, menjadi panutan dalam melakukan kebaikan dan menghindari kejahatan.

Sejujurnya aku sendiri masih ragu, apakah benar semut-semut itu pada akhirnya selamat, ataukah mereka berakhir mengenaskan. Tapi terlepas dari semua itu aku hanya berharap semoga mereka berbahagia….

Read Full Post »

Dua hari yang lalu, saat sedang berada di mobil jemputan yang mengantarku ke kantor, tiba-tiba saja pencerahan itu muncul. Selama ini aku selalu berpikir untuk belajar melepaskan diri dari ‘keterikatan’, keterikatan yang ternyata baru kusadari hanya sebatas terhadap materi.

Sesaat itu aku merasa ada teguran di dalam hatiku yang mengatakan betapa terikatnya aku. Ya aku ternyata begitu terikat pada perasaanku pada dirinya. Bagiku mungkin mudah untuk tidak terikat pada materi, tapi tidak terhadap ‘perasaan’. Aku baru menyadari betapa hampir 10 tahun ini aku begitu terikat terhadap perasaanku kepadanya.

Ternyata batas ‘kesetiaan’ dan ‘keterikatan’ begitu tipis… sampai-sampai tidak bisa kita sadari. Dengan tameng ‘kesetiaan’ aku terus ‘terikat’ dengan dirinya….

Aku ingin belajar ‘melepaskan’, tidak hanya pada materi semata, tapi justru yang terberat bagiku adalah ‘melepaskan’ dirimu….

Dengan begini harus kukatakan padamu, seseorang yang hampir 10 tahun ini selalu ‘bersamaku’ di dalam ‘pikiran’ ku…. mulai saat ini aku akan ‘melepaskanmu’ semoga dengan ‘melepasmu’ aku bisa membuka lembaran baru dan melanjutkan hidupku sehingga pada akhirnya aku bisa benar-benar menemukan titik ‘keseimbangan’ ku.

Kalau memang masih ada ikatan karma di antara kita, suatu saat akan ada pertemuan itu, dan aku bisa tersenyum sambil berkata, ‘hello, my friend….’

“Seek no intimacy with the beloved and also not with the unloved, for not to see the beloved and to see the unloved, both are painful. Therefore hold nothing dear, for separation from the dear is painful. There are no bonds for those who have nothing beloved or unloved.” (Dhammapada 210 – 211)

Read Full Post »