Feeds:
Posts
Comments

Archive for October, 2009

shame

Kemaren sore gue pergi ke dokter gigi, seperti biasa benerin gigi gue yang emang dah ancur-ancuran. Pulangnya rada malem juga, karena cukup lama prosesnya harus bongkar crown gigi gue yang lama dan akan diganti yang baru. Hampir jam 8 gue baru selesai, dan gue orang terakhir di klinik itu. Untungnya kost gue gak jauh dari klinik gigi nya, so biar malem gue gak terlau masalah. Karena dah malem gue pikir ya naek taxi aja deh kali, tapi waktu gue keluar gerbang, ada ibu-ibu separuh baya yang nawarin ojek? Hm.. boleh juga neh naek ojek bakal lebih cepet gue pikir. Ya alhasil gue putusin naek ojek, waktu gue tanya berapa ongkosnya langsung dibilang lima belas ribu, karena biasa bawaan nawar, gue tawar deh tuh, tapi dengan sopan tuh ibu bilang, wah dah murah ini gak dimahalin, biasa juga dua puluh ribu. Okelah gue gak mo memperlama waktu karena dah malem juga. Sempat gue denger si ibu nawarin ke rekan ojeknya yang cowok, mau narik atau nggak? Tapi ditolak oleh rekannya, sehingga akhirnya gue tetep naek ojek si ibu.

Sepanjang perjalanan dari klinik sampai kost, ibu ojek itu banyak cerita. Benernya gue gak bisa terlalu denger apa yang dia ceritakan karena tentunya dia ngomong sambil ngadep depan ditambah pula suara angin, jadi hanya sebagian-sebagian yang gue denger. Awalnya dia cerita bagaimana rekan ojek nya yang tadi ditawari narik itu sudah punya istri cantik tapi masih juga nyeleweng, padahal perempuan selewengannya itu sama sekali kagak cantik dan gak sebanding sama istrinya. Dia cerita juga bagaimana kadangkala temannya sesama tukang ojek seringkali mengumpat dan marah-marah karena tidak ada sewa dan biasanya si ibu selalu nawarin dulu ke rekan ojek yang lain kalau ada sewa, karena prinsipnya rejeki gak lari ke mana, Tuhan sudah mengatur. Sampai terakhir dia ada cerita seringkali dia ngantar orang sampai jam 1 pagi ke arah Pondok Indah, pernah juga ke Kelapa Gading, dan paling sedih kalau kena ranjau paku, habis sudah duit hasil ojek untuk ganti ban. Polisi-polisi di sekitar tempat dia mangkal biasa sudah kenal sama dia.

Gak kerasa sepanjang jalan gue dengerin ceritanya, tau-tau sudah sampe juga di kost. Gue buka dompet, yang terlihat duit dua puluh ribu, tanpa pikir panjang gue kasih aja ke si ibu, gue seneng karena dia orang yang ramah, jadi buat gue gak masalah kasih dia lebih, lagian kayaknya emang masih pantas ongkos segitu. Dan yang cukup buat gue surprised, si ibu yang mendapat duit lebih dari gue itu gak cuma ucapin terima kasih, sambil nepuk tangan gue, dia bilang ‘makasih ya de, ibu doain biar sukses’. Gue cuma bisa bales ‘sama-sama bu, kali aja besok-besok saya ke klinik situ lagi, saya butuh diantar ibu lagi’.

Setelah itu otak gue jadi mikir, hampir seminggu ini mood gue lagi jelek banget, hanya karena harus ngadepin bos di kantor yang cerewetnya minta ampun, tapi kalau dipikir-pikir gak sebanding banget apa yang gue alami sama yang si ibu harus hadapin tiap hari. Dia gak muda lagi, gue bisa liat dari penampilan dan uban yang menghiasi rambutnya, tapi semangatnya untuk bekerja dan berjuang dalam hidup ini bisa gue rasain dan itu jauh lebih dibandingkan apa yang gue miliki. Seorang perempuan dalam usianya yang tidak muda lagi, harus berprofesi jadi tukang ojek dan seringkali membawa penumpang hingga tengah malam bahkan pagi, tetapi masih bisa melakoninya dengan penuh semangat dan senyuman. Gile gue bener-bener merasa ditampar… gue duduk di kursi yang nyaman, di depan laptop, dalam ruangan ber-AC, dengan kerjaan yang tidak terlalu berat tapi gue masih mengeluh hanya karena harus dengerin bos gue yang ngoceh-ngoceh?? Ow ow ow gue malu banget… kenapa rasanya kok gue jadi gak mensyukuri apa yang gue dapet, kenapa rasanya gue jadi gak punya semangat untuk berjuang? Gue tau, ‘Tuhan’ selalu punya cara untuk ‘menegur’, ‘mengingatkan’ atau bahkan sekedar untuk ‘menyadarkan’ gue. Hari ini gue dipertemukan dengan ‘malaikat’ yang hebat, wanita yang tidak hanya punya semangat juang tinggi tetapi juga kebaikan hati, gue bisa merasakan itu.

Gue nulis ini untuk mengingatkan diri gue dan untuk penghargaan ke si ibu ojek itu. Gue mo bilang terima kasih sekali lagi, bukan untuk doa nya ke gue biar gue sukses, tapi lebih dari itu, terima kasih untuk mengingatkan gue untuk mensyukuri apa yang sudah gue dapatkan di hidup gue ini, dan untuk terus memiliki semangat dalam menjalani kehidupan gue sesulit apapun itu.

“Terima kasih ya bu atas pelajaran yang saya dapat dari ibu. Saya sama sekali gak ada apa-apanya dibanding ibu, semoga ibu bisa selalu berbahagia, serta tetap memiliki semangat dan kebaikan hati di dalam menjalani kehidupan ini…”

Jakarta, 29 Oktober 2009

~Jen~

Read Full Post »

Baik vs Bodoh

104676-bigthumbnail

Banyak yang bilang, orang baik itu hampir tidak ada bedanya dengan orang bodoh. Entahlah sampai sekarang aku masih belum berani untuk menilai apakah statement itu benar atau salah, karena bagiku segala sesuatu itu sangatlah relatif, tergantung dari situasi, kondisi, tempat, waktu dan banyak hal lainnya. Menjadi orang baik itu tidak mudah menurutku, tapi jadi orang bodoh jauh lebih mudah dan lebih sering kita lakukan. Kadangkala aku berpikir apa sih yang sering membuat orang beranggapan kalau orang baik itu cenderung bodoh? Mungkin karena kebaikan seseorang, seringkali ia jadi dimanfaatkan, dan karena itu orang menilainya bodoh? Entahlah, kembali menurutku semuanya itu relatif.

Aku sendiri bukan seorang malaikat yang baik hati, tetapi dalam hidup ini aku berusaha untuk menjadi orang baik. Aku menyadari dan mengalaminya sendiri, kadangkala kebaikanku memang seringkali dimanfaatkan oleh orang lain. Cukuplah aku sendiri yang tahu akan hal itu, dan memang sudah menjadi pilihanku untuk tetap melakukannya, sehingga aku bukannya bodoh, tetapi karena memang aku ingin berbuat baik saja. Sebab bagiku berbuat baik bukanlah karena aku ingin mendapatkan pujian, bukan karena itu… melainkan karena aku tahu disakiti itu tidak menyenangkan, karena aku tahu dibohongi itu mengesalkan, dan karena aku tahu menjadi orang baik itu adalah sebuah latihan buatku…

Masalah menjadi orang baik ini, aku rasa semua agama mengajarkannya. Kalau diteliti lebih jauh, banyak kisah orang suci yang berbuat baik, saking baiknya malah, sampai-sampai jadi dinilai bodoh, karena tak jarang mereka mengorbankan dirinya sendiri demi kepentingan orang ataupun makhluk lain yang bukan siapa-siapa mereka, dan bahkan sebaliknya yang sudah menyakiti mereka. Tetapi aku menyadarinya, bagi mereka yang melakukan kebaikan sedemikian rupa, adalah karena rasa cinta kasih yang begitu besar, sebuah pengorbanan yang tidak dapat dinilai dengan apapun juga, yang bagi mereka apa yang dilakukan bukanlah apa-apa, hanya merupakan sebuah bentuk latihan untuk penyempurnaan diri.

Dalam kehidupan di dunia saat ini, sulit sekali menemukan orang-orang seperti itu, karena hidup kadangkala menuntut manusia untuk bersikap egois, yang seringkali pun sebenarnya hal ini hanyalah dalih dan pembenaran semata. Bagi manusia yang masih menggenggam erat ‘aku’, cenderung untuk mendahulukan kepentingan ‘aku’ dibanding memiliki rasa belas kasihan ke orang lain, ataupun hanya sekedar untuk memikirkan kepentingan orang banyak.

Tetapi memang kita juga tidak bisa menuntut orang-orang untuk menjadi baik hingga rela berkorban sampai sedemikian rupa, karena segala tindakan itu seharusnya dilandasi dengan kebijaksanaan. Dan sebenarnya semua itu balik lagi ke yang namanya pilihan. Menjadi orang baik itu sebuah pilihan, sementara menjadi orang bodoh itu lebih karena nasib dan keadaan. Kebanyakan orang mengira si baik hati ini bodoh sekali, tetapi sebenarnya seringkali itu memang pilihannya untuk menjadi baik hati, dilandasi oleh kesadaran, cinta kasih dan ketulusan, sehingga sesungguhnya kita tidak bisa mencapnya sebagai orang yang bodoh, walau bagi orang yang melihat hanya ‘luar’ nya saja akan menganggap demikian.

Orang bodoh sendiri kalau menurutku adalah mereka yang memang sesungguhnya tidak memahami dan mengetahui apa yang mereka lakukan. Mereka hanya ikut di dalam arus tanpa tahu untuk apa, untuk siapa, dan mengapa. Mereka tidak tahu  tujuan mereka, dan hanya ‘mengikuti’ maunya orang lain.

Ternyata memang benar sekali kata pepatah, dalamnya laut bisa diduga, tapi hati orang siapa yang tahu? Kita tidak pernah tahu maksud dan pemikiran orang lain, begitu banyak orang munafik di dunia ini. Banyak yang tampak baik di luar tetapi tidak demikian sesungguhnya, sementara yang lainnya tampak begitu bodoh tetapi sesungguhnya mereka hanya berusaha menjadi orang baik. Ya semua adalah pilihan masing-masing orang, dan kita seharusnya menghargai itu. Semua orang punya tujuan dalam hidupnya yang ditempuh dengan caranya masing-masing. Cara-cara yang kadangkala mungkin ‘membodohi’ orang lain, cara-cara yang kadangkala merugikan dan menyakiti orang lain. Tetapi kembali lagi semua itu sangat relatif, baik-buruk, jahat-baik, bodoh-pintar, tergantung sudut pandang yang menilai. Apapun itu, biarlah setiap orang bertanggung jawab atas apa yang mereka perbuat…

Jadi, apakah orang baik itu bodoh? Anda tidak akan pernah tahu…

Jakarta, 28 Oktober 2009

~Jen~

Read Full Post »

Papi, apa kabar?

Tidak terasa 7 tahun sudah berlalu sejak hari itu, hari dimana papi harus pergi meninggalkan kehidupan ini, meninggalkan mami, koko, Jen dan King-king. Rasanya masih seperti kemarin, masih terbayang jelas di ingatan Jen saat harus melepas kepergian papi. Selama hampir 5 hari menahan air mata, betapa beratnya untuk Jen, yang paling tidak tahan dengan perpisahan, tapi karena tidak mau memberatkan papi, Jen menahan air mata itu supaya tidak jatuh. Sampai akhirnya, saat aba-aba untuk menekan tombol oven kremasi diucapkan, tumpah juga segala kesedihan itu… isakan tangis tanpa air mata, yang baru sekali seumur hidup Jen alami… ternyata istilah air mata buaya itu tidak salah juga, karena kesedihan yang sesungguhnya itu membuat kita bahkan tidak mampu untuk menitikkan air mata…

Papi, Jen gak mau cerita yang sedih-sedih lagi sama papi, semua kesedihan sudah seharusnya berlalu. Surat yang Jen tulis ini, sebagai pengganti cerita yang ingin Jen sampaikan ke papi, seperti dulu saat kita sering ngobrol di toko, tentang banyak hal. Jen merindukan hari-hari itu, karena buat Jen, papi adalah teman bicara yang menyenangkan. Jen yang termasuk sulit bila harus bicara dengan orang, sama seperti papi tentunya, tapi kalau kita sudah bicara, rasanya menyenangkan sekali, apalagi  saat kita membahas soal marketing. Dan taukah papi, sekarang Jen menekuni pekerjaan itu, pekerjaan marketing.

Papi, sebenarnya banyak yang ingin Jen ceritakan ke papi, soal pekerjaan Jen, Koko, dan King-king tentunya, juga soal mami, tapi rasanya semua itu tidak akan habis ditulis. Yang pasti Jen hanya mau bilang ke papi, kita semua di sini baik-baik saja, tidak ada yang perlu papi khawatirkan. Pada kesempatan ini Jen cuma mau bilang ke papi:

“Terima kasih papi sudah menjadi seorang suami yang baik untuk mami.”

“Terima kasih papi sudah menjadi seorang ayah yang baik untuk Koko, Jen dan King-king.”

“Terima kasih papi sudah membekali kita, anak-anak papi dengan harta yang tidak akan pernah habis, yaitu ilmu pengetahuan.”

“Terima kasih papi sudah mengajarkan Jen kesabaran yang tiada habisnya, belas kasih yang tanpa pamrih, serta mengajari Jen untuk mencintai orang yang tidak sempurna secara sempurna… dan semua pelajaran itu telah papi contohkan dengan melakukannya sendiri…”

Papi, rasanya tidak cukup menuliskan semua kebaikkan papi di sini, dan segala ucapan terima kasih ini tidak akan bisa membalasnya.

Papi, kesempatan kali ini juga mau Jen gunakan untuk meminta maaf  sama papi:

“Maaf karena selama hidup papi mungkin seringkali Jen membuat papi kecewa, entah karena tidak bisa mendapat nilai yang bagus di sekolah, tidak bisa menjadi juara kelas, ataupun karena hal lainnya. Maaf pi, mungkin Jen bukannya tidak mampu, tetapi Jen memang kurang berusaha hingga akhirnya membuat papi kecewa…”

“Maaf karena sebagai anak Jen belum bisa membalas budi atas semua kebaikan yang sudah papi berikan sebagai orang tua. Jen belum bisa membahagiakan papi semasa papi hidup. Taukah papi entah kapan mulainya Jen selalu merasa takut ditinggal papi, selalu di dalam hati Jen merasa papi akan pergi meninggalkan Jen, karena itu di dalam setiap doa Jen selalu meminta ‘waktu’ dan ‘kesempatan’ agar bisa membalas budi papi dan mami serta membahagiakan kalian berdua. Tetapi rupanya permintaan sederhana itupun tidak dikabulkan pi… Jen gak menyalahkan siapapun, tetapi Jen hanya ingin papi tau kalau selalu dalam hati ini Jen berdoa untuk kebahagiaan papi, dimanapun papi berada…”

Papi, Jen gak tau sekarang papi ada di mana… banyak teori tentang kehidupan setelah kematian, apapun itu tetap menjadi misteri bagi yang masih hidup dan belum mengalaminya. Ada yang bilang pilihannya hanya dua, surga dan neraka, orang baik masuk surga, orang jahat masuk neraka. Papi orang baik, Jen percaya kalau pilihannya hanya dua, papi akan ada di surga. Tetapi lain lagi kalau pilihannya bukan hanya dua. Lain lagi ceritanya kalau suatu hari nanti kita diberi kesempatan untuk kembali berjodoh sebagai orang tua dan anak, seperti yang mungkin dulu pun pernah terjadi.

Apapun itu, Jen hanya ingin hidup saat ini, dimanapun papi berada saat ini, semoga papi selalu berbahagia, semoga papi tidak mengkhawatirkan kita semua yang masih hidup. Mami, Koko, Jen, dan King-king semua baik-baik saja, tidak ada yang perlu dikhawatirkan pi, cekcok kecil hal biasa dalam hidup, semua pasti bisa kita lalui dengan baik. Hiduplah dengan tenang, hiduplah dengan senang, Jen ingin melihat papi selalu berbahagia sampai kapanpun, di manapun, dalam wujud apapun, Jen hanya ingin melihat papi selalu tersenyum…

Papi sudah dulu ya, Jen harus tetap menjalani kehidupan ini, dan menikmatinya apapun yang terjadi, menyenangkan maupun tidak menyenangkan. Jen berusaha untuk selalu berbahagia, karena kita tidak pernah tau kapan saatnya hidup kita berakhir, seperti papi yang begitu cepat meninggalkan kita…

Doa Jen selalu, semoga papi selalu sehat, semoga papi terbebas dari penderitaan, semoga papi selalu berbahagia… Sadhu, sadhu, sadhu…

Jakarta, 25 Oktober 2009

~Jen~

Family

PS. Harusnya surat ini Jen tulis kemarin pi, tapi semalem mati lampu di rumah 🙂

Oh ya papi belum lihat foto keluarga kita kan? Banyak yang bilang foto ini bagus, dan di sini semua bilang muka Jen kayak papi… 😀

Read Full Post »

missing_you-1809
Dari dulu gue benci yang namanya ‘perpisahan’, entah karena gue yang terlalu sentimentil ataukah ini karena masalah ‘keterikatan’ gue yang terlalu kuat. Bentar lagi gue bakal menghadapi yang namanya ‘perpisahan’, pisah dengan teman-teman kantor gue yang sekarang, pisah dengan suasana kerja yang sekarang, pisah dengan produk yang gue pegang sekarang, pokoknya pisah dengan apa yang sudah gue jalani hampir 3 tahun ini karena gue akan pindah kerja.

Dari dulu yang namanya ‘perpisahan’ pasti selalu buat gue menangis. Gue orang yang keras, dan beratnya hidup jarang buat gue nangis, hanya satu hal yang dapat dipastikan buat gue nangis yaitu ‘perpisahan’. Sebelum ini dah 3 kali gue pindah kerja, dan last day di kantor selalu gue isi dengan air mata. I hate being weak! Tapi gue gak bisa juga menyetop air mata ini keluar karena sedihnya ‘perpisahan’ yang harus gue rasakan.

Bicara perpisahan gak lepas dari yang namanya kematian, karena kematian adalah sebuah ‘perpisahan’ untuk selama-lamanya. Mendekati hari-hari terakhir di kantor, ditambah lagi sekarang ini bulan Oktober, membuat gue jadi sedih. Bulan Oktober selalu membuat gue sedih, karena di bulan ini, tujuh tahun yang lalu, gue harus mengalami yang namanya ‘perpisahan’ untuk selama-lamanya. Perpisahan gue dari orang yang paling gue sayangin, papi gue. Sebuah perpisahan terberat yang harus gue alami dalam hidup gue, yang sampai sekarang masih belum bisa gue ‘lepaskan’. There’s a missing puzzle in my heart and it has made me feel not complete…

Semua yang namanya teori akan ‘perpisahan’ sudah gue ketahui, kalau ditanya sudah paham atau belom? Mungkin baru setengah, karena memahami seharusnya bisa mempraktekkannya, tapi gue sama sekali belum bisa mempraktekkannya. Gue hanya memahami sebatas teori. Gue tau kalau gak ada yang abadi, gue tau kalau semua ini hanya sementara, gue tau kalau masa lalu tidak seharusnya terus digenggam, gue tau kalau kita tidak seharusnya ‘terikat’, but all seems bull shit when you can’t do it! Memang bicara itu mudah, tetapi melakukannya itu yang sulit. Apa gue gak pernah berusaha melakukannya? I’m trying but still can’t overcome it…

Memang benar, berpisah dengan orang yang dicintai itu ketidakpuasan… and I’m just like the other human, masih diliputi yang namanya nafsu keinginan, karena masih ada ‘aku’, karena ‘aku’ tidak ingin kehilangan ‘milikku’…

Gue benci perpisahan, karena perpisahan selalu membuat gue menangis dan air mata membuat gue terlihat lemah. Gue benci perpisahan, tapi gue harus menghadapinya, dan melawan pun percuma, jadi ya dinikmati saja segala kesedihan yang ada, hingga tiada lagi rasa…

Jakarta, 13 Oktober 2009

~Jen~

Read Full Post »