Bulan November sudah hampir berlalu, tapi belum ada satupun tulisan yang aku hasilkan di bulan ini selain dua buah puisi. Bukan, bukan karena aku kehilangan inspirasi untuk menulis, banyak sekali yang ingin kutulis, tetapi rasa lelah dan penat membuatku enggan untuk memulainya. Kesibukan di tempat kerja baru sangat menyitaku, karena masih dalam masa penyesuaian tentunya dan ini bukan hal yang mudah. Beradaptasi buatku bukan hal yang sulit, tetapi kali ini agak berbeda, karena aku harus berhadapan dengan sesuatu yang sebenarnya merupakan kelemahanku. Tetapi aku tidak mau lari, aku menyadari ini harus kuhadapi, sekarang atau nanti, kalau aku tidak berusaha mengatasinya, ini akan jadi sebuah masalah. Dengan mengatasinya aku percaya akan ada kebaikkan yang bisa kudapat. Lagipula belajar mengatasi kelemahanku ini juga sekaligus melatih kesabaranku.
Bicara mengenai lari dari masalah, ini sekali lagi mengingatkanku akan kehidupan yang aku jalani. Aku menyadari, sungguh menyadari bahwa hidup ini adalah rangkaian ketidakpuasan buat aku yang masih berada dalam lingkaran samsara. Menyaksikan popo yang terbaring di ranjang rumah sakit, dengan tubuh yang tinggal tulang dibalut kulit, dan nafas yang terasa berat, aku dihadapkan pada kenyataan bahwa segala yang terkondisi tidak kekal adanya. Aku jadi sedikit mengerti bagaimana perasaan pangeran Siddharta saat melihat orang tua dan orang sakit. Suatu hari nanti tubuh ini pun akan seperti itu, tubuh yang saat ini mungkin susah payah kita rawat dengan biaya yang tidak sedikit, suatu hari semua itu tidak lagi ada artinya… yang tersisa hanyalah keriput di sana sini, rambut yang memutih, gigi yang sudah tak lengkap lagi, dan tenaga yang bahkan untuk membuka matapun sudah tidak sanggup…
Melihat kenyataan ini, lagi dan lagi, di dalam diri ini ada ketidakpuasan, mengapa diri ini masih harus mengalaminya? Mengalami lagi kelahiran yang berulang? ‘Jalan’ sudah ditunjukkan oleh guru Buddha “yang sadar”, tetapi sudahkah diri ini menapaki ‘jalan’ itu? Mengapa begitu sulit untuk memutuskan? Kadangkala keinginan itu timbul di dalam hati kecil ini, keinginan untuk menapaki ‘jalan’ sepenuhnya. Tetapi rangkaian proses di dalam hidupku telah memberiku banyak pelajaran. Hidup dalam tekanan, rasa ego, keinginan untuk memuaskan setiap orang, dan banyak lagi hal lainnya, akhirnya membuatku menyadari apa yang seharusnya kulakukan dalam hidup ini, apa yang sebenarnya menjadi tujuan hidupku saat ini, nanti dan selamanya. Walaupun kadangkala masih sedikit kurasa sedih di dalam hati, merasa ada yang patut disayangkan karena tak dapat diwujudkan… tetapi aku tidak mau menjadikan ‘jalan’ ini sebagai pelarianku atas masalah-masalah dalam hidupku saat ini. Aku ingin menempuh ‘jalan’ ini dengan keikhlasan, ketulusan dan keyakinan yang kuat bahwa suatu hari nanti, entah setelah berapa banyak kehidupan lagi, di dalam ‘jalan’ ini akan kucapai tujuanku. Dan saat itu adalah akhir dari perjalanan panjang tak berujung ini…
Aku percaya dalam kelahiran ini ada yang harus kulunasi dan kutuntaskan, ada kebajikan yang harus kulakukan dalam proses menuju kesempurnaan. Dan aku menyadari bahwa kesempurnaan bukanlah suatu yang dengan mudah diperoleh dalam semalam, aku yang masih penuh noda, butuh waktu untuk perlahan-lahan mengikis semua noda ini. Perlu proses untuk bisa melihat kebenaran secara utuh dan nyata, bukan hanya sebagai potongan-potongan yang seringkali tampak berbeda. Untuk itulah aku sudah memutuskan pilihanku, untuk menerima apa yang menjadi karmaku dengan tangan terbuka dan hati yang lapang, serta menjalaninya dengan sepenuh hati, apapun itu, di dalam keyakinanku, semoga karenanya aku bisa menjadi lebih baik lagi agar dapat terus melanjutkan perjalananku menyeberangi samudera samsara menuju ke pantai bahagia, Nibbana…
Jakarta, 29 November 2009
~Jen~
Sangat terharu……..Ingin ikut nangis…..