“Hidup ini menurut loe apa sih?” Beberapa waktu yang lalu seorang teman menuliskan ini di status Facebook-nya. Komentar jawabannya ternyata cukup beragam, ada yang bilang hidup ini perjuangan, ada juga yang mengatakan hidup adalah proses, ada lagi yang bilang hidup ya seperti ini, dan teman saya yang bertanya ini sendiri menjawab kalau hidup adalah saat kita tidak lupa bernafas. Hm… tidak ada yang salah atau benar menurut saya, tergantung dari sudut apa kita memandang hidup itu.
Kalau saya sendiri lebih suka mengatakan bahwa hidup adalah pilihan. Segala sesuatu yang kita lakukan dalam hidup ini adalah pilihan, termasuk tidak melakukan apapun itu juga sudah merupakan sebuah pilihan. Mengapa bagi saya hidup ini adalah pilihan? Karena hari esok dari hidup yang kita jalani ini semuanya tergantung dari pilihan yang kita ambil di dalam hidup kita pada hari yang telah lalu maupun hari ini.
Secara sederhana pilihan itu hanya ada dua, ya dan tidak. Tetapi toh ternyata hidup tidak sesederhana itu, hidup ini bukan hanya hitam atau putih, hidup ini penuh warna. Oleh karena itu seringkali kita jadi dihadapkan oleh begitu banyak pilihan. Menentukan satu di antara dua pilihan bukan hal yang mudah, karena masing-masing ada konsekuensinya, apalagi bila harus menentukan satu di antara sekian banyak pilihan, ini yang membuat kita jadi merasa hidup itu begitu rumit. Semua perbedaan, semua pilihan dalam hidup adalah indah, asalkan kita dapat menempatkan diri kita secara tepat sehingga kita berada pada posisi yang bisa melihat semua keindahan itu. Dan yang menjadi masalah sekarang adalah, bagaimana satu pilihan yang sudah kita ambil bisa membawa kita pada pilihan-pilihan lain yang tidak menyulitkan kita, pilihan yang bisa membawa kita pada jalan yang berakhir pada kebahagiaan?
Salah satu cerita Jataka berkisah tentang seekor kambing yang akan disembelih oleh seorang pendeta untuk dijadikan persembahan. Saat itu si kambing yang merupakan salah satu kelahiran dari Bodhisatwa mengetahui bahwa kali ini adalah genap 500 kali kepalanya akan dipenggal sebagai akibat dari perbuatannya pada kelahiran terdahulunya yang telah memenggal kepala kambing. Dengan genap 500 kali mengalami kelahiran dan dipenggal kepalanya, maka lunaslah ’hutang’nya dan hal ini membuat si kambing tertawa. Tetapi sesaat kemudian si kambing menyadari bahwa si pendeta sebentar lagi akan mengalami hal yang sama seperti yang dialaminya, yaitu mengalami 500 kali kelahiran dengan berakhir mengenaskan, dipenggal, sebagai akibat perbuatannya memenggal kepala si kambing, dan ini lalu membuatnya menangis. Bingung melihat si kambing yang semula tertawa kemudian menangis, bertanyalah pendeta tersebut kepada si kambing mengenai tingkah lakunya yang kemudian dijelaskan oleh si kambing mengapa ia tertawa kemudian menangis. Setelah mendengar penjelasan dari si kambing, akhirnya si pendeta memutuskan untuk tidak jadi memengal kepala si kambing, sebaliknya ia selalu bersama si kambing untuk memberikan perlindungan supaya si kambing tidak mati dipenggal. Tetapi suatu hari saat mereka melewati sebuah pohon, sebuah kilat menyambar pohon dan membuat sebuah dahan patah menghantam kepala si kambing hingga putus.
Cerita ini membuat saya belajar beberapa hal, yang pertama adalah bahwa apa yang terjadi pada diri kita saat ini adalah kita sendiri yang telah membuatnya. Si kambing harus menerima akibat dari perbuatannya sendiri di masa lalu. Yang kedua, seperti halnya hidup kita saat ini yang ditentukan oleh perbuatan kita di masa lalu, demikian juga masa depan kita ditentukan oleh kita sendiri. Pendeta telah menentukan masa depannya untuk tidak terlahir sebagai kambing yang mati dipenggal dengan mengurungkan niatnya untuk memenggal kepala si kambing. Yang ketiga, hidup ini adalah pilihan yang seringkali tidak kita sadari. Pendeta cukup beruntung karena diberitahu oleh si kambing bahwa ia tengah dihadapkan pada sebuah pilihan, sebuah pilihan yang akan menentukan masa depannya. Bisa saja pilihan yang diambil oleh pendeta adalah tetap memenggal kepala kambing dan pada akhirnya ia akan mengalami kelahiran yang mengenaskan. Yah, sekalipun sudah mengetahui konsekuensi dari sebuah pilihan, semua itu kembali lagi pada orang itu sendiri untuk menentukan pilihan apa yang akan diambilnya.
Begitu pula dalam hidup kita saat ini, kita selalu dihadapkan dengan banyak pilihan, dan seharusnya kita bisa menyadari hal itu. Pilihan-pilihan yang ada di hadapan kita itu masing-masing memiliki akibatnya sendiri. Dan untuk itulah kita harus bijaksana dalam menentukan mana yang akan kita pilih. Sebuah pilihan menentukan masa depan kita, menjadi baik ataukah buruk, itu ada di tangan kita sendiri. Tidak ada orang lain yang bisa membuat kita menjadi baik atau buruk, kita sendirilah yang membuatnya. Orang lain mungkin menjadi ’penolong’ yang bisa mengingatkan kita, agar kita memilih yang tepat, sehingga kita memperoleh hasil yang baik dan membahagiakan. Tetapi sebaliknya, orang lain juga bisa menjadi ’pengacau’ yang justru menjerumuskan kita sehingga mengambil pilihan yang berakibat pada penderitaan. Tetapi semua itu kembali berpulang pada diri kita sendiri si penentu.
Hidup ini adalah pilihan, dan pilihan terbesar yang secara nyata dihadapi oleh semua manusia adalah apakah mau terbebas dari samsara atau tidak. Guru Buddha dengan jelas sudah menunjukkan pada kita tentang empat kesunyataan mulia: bahwa hidup ini adalah ketidakpuasan (dukkha), bahwa ketidakpuasan(dukkha) ini ada sebabnya, bahwa ketidakpuasan (dukkha) ini bisa diakhiri, dan cara untuk mengakhiri ketidakpuasan (dukkha) ini adalah dengan jalan mulia berfaktor delapan. Sekarang semua kembali ke diri kita masing-masing, akankah kita mengambil pilihan yang sudah ditunjukkan oleh Guru Buddha? Semoga kita semua cukup bijaksana di dalam menentukan pilihan kita untuk kebahagiaan diri kita sendiri…
Jakarta, 24 Agustus 2009
~Jen~
orang yang masih memiliki badan fisik dikatakan hidup bila masih bernafas dan mati bila sudah tidak dapat bernafas.
berdasarkan pengetahuan sy saat ini, hidup adalah ‘pembelajaran’.
bukankah kita dilahirkan terus dan berulangkali adalah untuk belajar? sehingga pada suatu saat kita bisa mencapai nibbana. itulah akhir perjalanan hidup kita dalam badan fisik.
Banyak definisi tentang hidup tergantung sudut pandang mana. Yang pasti semua itu adalah pilihan, ‘pembelajaran’ adalah sebuah penamaan akan sebuah proses dimana di dalamnya kita selalu dihadapkan dengan banyak ‘pilihan’. 🙂