Feeds:
Posts
Comments

IMG_20140514_130617

Yak, sambil nunggu waktu boarding dan untuk memenuhi cita-cita menulis sambil keliling dunia, maka tulisan ini gue tulis. Hahaha kesannya maksa ya. Hmmm benernya pengen nulis semalam tapi apa daya capek banget n masih ada kerjaan yang harus diselesaikan. Dan bener aja barusan gw dapet bbm dari boss kalau senin harus terbang lagi ke Philippine.

Ya sekarang mungkin kerjaan gue adalah terbang sana sini karena gw urus export. Kalau mau lihat ke belakang rasanya mimpi pun mungkin gw gak berani membayangkan gw bakal kerja keliling dunia hahaha…

Tapi memang Tuhan seringkali memiliki rencana lain untuk kita. Dan kadangkala kesulitan dan kesedihan kita hanyalah sebuah pelajaran agar kita dapat lebih siap menghadapi masa depan yang menanti kita.

Gak bisa panjang-panjang karena dah mau boarding. Sekarang gw cuma berusaha menjalankan yang terbaik yang bisa gue jalanin dan selalu bersyukur atas apa yg gw dapatkan dalam hidup ini.

Saigon, 14 Mei 2014
Jen
13.43

20140207-055350 AM.jpg

Banyak orang bilang hidup ini adalah sebuah misteri, karena kita tidak pernah tau apa yang akan terjadi pada kita nanti. Dan bagi sebagian orang yang meyakininya, kita juga tidak pernah tau apa yang sebelumnya terjadi pada kehidupan kita yang lalu. Banyak hal yang mungkin sulit diterima oleh akal manusia waras. Banyak hal juga yang sulit diungkapkan dengan kata-kata bagi sebagian orang yang memiliki berkah untuk sedikit memahami misteri hidup ini.

Kadangkala banyak hal terjadi di luar apa yang pernah kita bayangkan, rasa benci, rasa sayang, yang timbul tanpa satu sebab dan alasan, yang sebenarnya tentunya bukan tanpa sebab, tapi bagi kita yang ‘belum dapat’ memahami, semua itu menjadi sebuah misteri. Di dunia ini tidak ada yang terjadi tanpa sebab, karena hukum alam sebab akibat begitu nyata. Banyak dari manusia menyalahkan ‘Tuhan’ atas ‘ketidakadilan’ yang mereka terima dalam kehidupan ini, terlahir cacat, miskin, dan kekurangan-kekurangan lainnya. Yah, jika hanya melihat satu kehidupan manusia yang relatif singkat, kita akan menyalahkan apa yang diyakini sebagai ‘Sang Pencipta’, ‘tempat’ bagi kita untuk melempar segala kesalahan yang sebenarnya kita perbuat sendiri.

‘Sang Pencipta’ sesungguhnya adalah diri kita sendiri. Segala keburukan dan kebaikan yang kita terima adalah buah dari segala keburukan dan kebaikan yang kita perbuat. Banyak orang takut pada ‘Tuhan’, pada hukuman-Nya jika kita melanggar apa yang diyakini sebagai perintah-Nya. Manusia lupa, jika apa yang mereka yakini bahwa ‘Tuhan’ itu begitu adil, Maha Tahu, Maha Bijaksana, Maha segala-galanya, mengapa lantas dibiarkan-Nya keburukan terjadi di muka bumi yang merupakan ciptaan-Nya juga? Apakah begitu kurang kerjaan-Nya ‘Tuhan’ dengan menciptakan kebaikan namun sekaligus keburukan bagi manusia, dan lantas menjadi ‘penonton’ atas semua yang terjadi? “Tentu tidak! Jelas Tuhan tidak seperti itu! Iblis dan setan lah yang telah menggoda manusia sehingga terjerumus ke dalam dosa dan lantas meninggalkan Tuhan!” Bagus, bagus sekali! Dan kembali manusia ‘menciptakan tempat’ untuk lagi-lagi melempar apa yang sebenarnya menjadi konsekuensi yang harus diterimanya.

Sungguh kasihan ‘Tuhan’, sungguh kasihan ‘setan dan iblis’, yang selalu menjadi ‘sasaran’ atas ‘EGO’ manusia. Lantas salahkah manusia? Benar-Salah adalah hal yang relatif. Patokan ‘Kebenaran’ apa yang akan dijadikan tolok ukur? ‘Kebenaran’ bagi siapa? Daripada meributkan benar dan salah, yang pasti ‘Ketidaktahuan’ lah yang menyebabkan ini semua. Ketidaktahuan manusia atas ‘Kebenaran’ yang sesungguhnya, ketidaktahuan manusia atas misteri hidup ini…

“Tuhan tak pernah tidur”, “Dia” yang “Sadar” telah menemukan “Tuhan” yang sesungguhnya. “Mereka” yang telah terbebas dari “Ketidaktahuan” telah sampai pada “Tuhan”, yang sebenarnya berada begitu dekat dengan kita. Berhentilah mencari ‘Tuhan’, tapi “temukanlah Ia” di dalam dirimu…

“Tuhan tak pernah tidur” maka “Bangunlah!” dan segala misteri dalam hidup ini akan tak lagi menjadi misteri bagimu yang telah sadar…

Selat Panjang, 7 Februari 2014
~Jen~
05.55 am

Hallo… Ketemu lagi dalam sesi chit chat ala gue kali ini dari Ubud Bali, the island of God. Udah sejak taon 2010, tiap taon gue pasti “pulang” ke Bali. Lucu ya seolah Bali itu kampung halaman gue, padahal kampung halaman gue itu Lampung dan sejak nenek gue meninggal, gue udah jarang pulang ke sana. Taon ini tanpa sengaja gue kembali “pulang” ke Bali dan kebetulan waktu yang gue pilih bertepatan dengan event “Ubud Writers and Readers Festival”. Gue suka nulis, gue sempet punya cita-cita untuk keliling dunia sambil menulis dan sekarang gue lagi coba mulai, nulis blog dari Bali hahaha…

Ok balik ke rencana ke Bali, sebenernya gue pengen nyepi di sini, terbebas sejenak dari kepenatan kota metropolitan Jakarta, terbebas dari rutinitas gue sebagai karyawan yang harus pergi pagi pulang malam karena macetnya Jakarta, sejenak melupakan semua masalah yang ada di pekerjaan gue. So gue ke Bali, sendiri, tapi entahlah memang nasib gue atau ini cara “Tuhan” menunjukkan ke gue, bahwa “Dia” tak pernah “membiarkan” gue sendiri, tiba-tiba aja sepupu gue yang dari Lampung pengen jalan ke Bali. Alhasil, kembali kali ini gue gak berhasil “menyendiri” hihihi…

Karena bertepatan dengan event UWRF2013, gue iseng coba ikut salah satu workshop menulis. Kebetulan juga di event itu ada acara special ‘jalan jalan’ yang dibawakan oleh penulis dari Australia kenalan sahabat gue, so gue iseng dan kembali membeli tiketnya. Harga tiketnya lebih mahal dari workshop, 350ribu rupiah, tapi karena gue beli online dari website, harga pakai dollar kena kurs alhasil jadi sekitar 450rb! Ya sudahlah demi event yang mungkin jarang-jarang gue ikutin.

20131014-100659 AM.jpg

Workshop sudah berjalan kemarin, ya cukup menarik walaupun pesertanya mayoritas dari luar dan dengan kemampuan kosa kata Inggris gue yang masih standard, agak sulit buat menulis panjang lebar, mungkin kalau itu bahasa Indonesia akan lain cerita, gue udh nyerocos panjang lebar kayak sekarang, hihihi… Tapi overall it’s interesting… Hehehe sok inggris neh… :p
Dan pagi ini jam 8 seharusnya acara event “Jalan Jalan”, gue udah mikir seh kayaknya event ini bakal jalan bukan diem di tempat, walaupun disebutkan acara di salah satu resto di Ubud. Dan… Entah mengapa, karena sudah capek seharian kemaren, kurang tidur juga, pagi-pagi walau alarm sudah bunyi, rasanya males banget untuk bangun. Gue dan sepupu gue masih enak meringkuk di balik selimut. Dan entah kenapa pula rasanya hati ini agak berat untuk pergi cepat-cepat, gue malah nyantai-nyantai sarapan dulu di hotel, jam 8 lewat baru jalan ke lokasi, dan jalan itu cukup jauh, makan waktu 20menit. Waktu tiba di tempat dengan napas yang udah pas-pasan dan badan penuh keringat, ternyata kata penjaga restonya acara sudah mulai, mereka sudah jalan dari jam setengah 8 pagi!

Ok, gue ketinggalan! Dan 450rb gue melayang begitu aja! Tapi apa yang gue rasa saat itu? Ya sudahlah, namanya udah ketinggalan mau gimana lagi. Di dunia ini ada yang namanya “jodoh” kalau pakai istilah agama gue ya “buah karma”, karena gue males-malesan ya udah gue ketinggalan dan resikonya gue kehilangan 450rb sia-sia. Jadi siapa yang harus disalahkan? Gak perlu susah-susah jawabannya ya sudah pasti GUE! Hihihi… Wah kok gue jadi kayak orang pasrah gini ya? Nggak, ini bukan pasrah, tapi gue cuma mengikuti kata hati.

Dan seperti yang selalu gue yakini, ada yang namanya hukum sebab akibat, jadi tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Karena batal acara, untuk beristirahat meluruskan kaki gue yang udah pegel karena jalan jauh, dan seperti sebuah kebetulan (lagi) gue liat ada starbuck, oke akhirnya gue memutuskan untuk mampir dan istirahat sejenak, menikmati kopi dan berpikir untuk menulis. Gak lama handphone gue bunyi, hmmm orang pabrik, gak lama lagi bunyi lagi, orang pabrik lagi, lalu sekali lagi, orang pabrik lagi, alamak, ternyata pabrik nggak jadi libur, dan kalau pabrik nggak libur, artinya gue juga kagak libur zzzz…
So… Gak ada yang kebetulan kan? Kalau gue ikut event gue gak bakal bisa angkat telpon, padahal telpon nya penting. Kalau gue angkat telpon, gue bakal gak konsen ikut event… Jadi alam sudah mengatur ini semua hihihi… Dari gue telat bangun lalu gue yang males-malesan untuk berangkat, ternyata ada maksudnya… Hehehe…

Kalau melihat cerita gue, gue yakin sebagian besar reaksi kalian akan bilang, “ah itu mah loe nya aja, bego aja orang lagi cuti mau angkat telpon, bego aja dah beli tiket males-malesan dateng.” Ya ya itu reaksi yang wajar, dan gue bilang dengan terus terang juga, kalau gue yang dulu juga mungkin akan berpikir begitu, lebih ekstrim malah seharian gue akan menyesali karena udah batal ikut event. Tapi tidak gue yang sekarang. Gue bukan tidak menyesali gagal ikut event, sayang uang yang sudah gue keluarkan, tapi gue saat ini jauh lebih sayang sama diri gue. Orang bijak selalu mengatakan hiduplah saat ini, jadi segala penyesalan itu sudah gue tinggalkan, dan dengan seperti itu gue merasa hidup ini lebih ringan, tidak ada yang membebani diri gue, hati gue juga jadi belajar untuk menerima dengan lapang. Ini bukan hal yang mudah untuk diterima, gue tau, gue pun bisa seperti saat ini setelah melalui perjalanan yang panjang, dan ini pun gue masih merasa belum benar-benar sempurna. Gue sedang dalam proses, gue tau itu, dan gue gak jalan di tempat.

Kembali ke judul tulisan ini ‘Tidak Ada Kebetulan’, ya tidak ada kebetulan di dunia ini, segala masalah, segala kegembiraan dan kesedihan yang gue alami semua tidak ada yang kebetulan. Bagaimana reaksi gue terhadap itu semua adalah yang utama. Sedikit demi sedikit gue mulai mengerti apa yang disebut dengan “upekkha”, “keseimbangan batin” dan gue bisa memahami makna kalimat “good, bad, who knows?”. Semua adalah pelajaran yang gue terima dari “alam” dalam menempuh perjalanan ini. Dan gue tau itu semua menuntun gue untuk sampai ke tujuan…

Ubud – Bali, 14 Oktober 2013
~Jen~
10.54 WITA

20131014-105525 AM.jpg

20130907-083824 PM.jpg

Malam ini kembali duduk sendiri ditemani segelas es kopi favorite di gerai kopi favorite di sebuah kota di luar Jakarta yang bernama Cikarang. Tak terasa sudah lebih dari 6 bulan aku tinggal di kota ini, di kost yang sangat nyaman menurutku dan di lingkungan yang entah kenapa sangat aku suka. Aku memang bukan orang yang cerewet dalam hal tempat tinggal, tapi ada daerah yang benar-benar membuatku tidak nyaman dan enggan untuk tinggal lama-lama di sana. Tetapi tidak demikian dengan kota ini. Secara tidak sengaja sebelum tinggal di kota ini, ada beberapa kali aku mampir di sini, di kompleks perumahan ini, bahkan pernah sekali aku bermalam di hotel yang ada di sini karena pulang terlalu larut dan karena hujan turun dengan deras yang menyebabkan macet dan banjir di Jakarta, sehingga aku memilih untuk tidak balik ke Jakarta.

Mungkin memang tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini, karena ternyata setelah itu aku harus tinggal di tempat ini. Lucunya langsung dapat tempat kost yang dulu merupakan tempat kost sepupuku. Sekali melihat langsung merasa betah dan akhirnya memutuskan untuk kost di sana. Selama tinggal di kota ini, di kompleks ini, tidak pernah sekalipun aku merasa tidak nyaman, aku sangat suka tinggal di tempat ini, dengan suasananya, sekalipun di sini hanya ada satu mall dengan toko-toko yang terbatas, dan satu tempat sejenis mall dimana banyak tempat makan dan yang terpenting ada gerai kopi favorite ku tempat aku bisa menghabiskan waktu luangku. Tidak hanya itu, menurutku tempat ini cukup lengkap, karena ada juga karaoke keluarga serta timezone, dimana aku bisa melampiaskan rasa penatku karena pekerjaan di kantor.

Dan sekarang aku tinggal menghitung hari untuk angkat kaki dari tempat ini. Ada sedikit rasa berat hati, entahlah karena aku memang lebih suka sendiri, aku hanya merasa tempat ini sangat cocok untukku dengan hobbiku itu. Hobbi yang tak lazim ya, hehehe. Tapi begitulah aku, daripada berkumpul dengan banyak teman, saudara ataupun keluarga, jika boleh memilih aku lebih suka berdiam sendiri. Karena saat sendiri aku menemukan ketenangan, saat sendiri aku merasa begitu nyaman… Tapi ini akan berakhir sebentar lagi…

Bisa kembali ke kantor di Jakarta tentu menyenangkan, karena aku tidak lagi harus dipusingkan dengan banyaknya kerjaan yang harus aku urus di dua pabrik sekaligus, walaupun tetap sepertinya pekerjaanku juga tidak berkurang, hanya saja mungkin kepusingan itu tidak secara langsung tertuju kepadaku. Kalau boleh jujur, sekalipun melelahkan, tetapi dengan menghandle pekerjaan ini banyak hal yang aku dapat, mulai dari belajar menjadi seorang pemimpin, yang pastinya tidak mudah, belajar menghadapi sekian banyak orang dengan berbagai latar belakang dan karakter yang harus menjadi bawahanku langsung, sampai belajar untuk mau mengerjakan hal-hal kecil yang mungkin seharusnya bukan pada level aku yang harus mengerjakannya. Tapi semua itu adalah sebuah pengalaman berharga buatku, bahkan sesungguhnya aku merasa sedikit berat untuk melepaskan itu sekarang. Bukan, bukan karena pangkat atau kedudukan, tapi lebih karena kebersamaan yang sudah terjalin selama ini dengan mereka yang menjadi bawahanku.

Tapi hidup terus berjalan, ada saatnya kita harus melepaskan, meninggalkan hari kemarin yang sudah berlalu, dan mempersiapkan diri kita saat ini untuk menyongsong hari esok. Dan aku pun harus mengucapkan selamat tinggal pada kota ini, kompleks perumahan ini, tempat kostku, mba di kost, barista gerai kopi favorite ku yang sampai sudah hafal pesananku karena tiap kali datang selalu menu itu yang aku pesan. Selamat tinggal semuanya, terima kasih untuk 6 bulan yang menyenangkan di sini, terima kasih sudah begitu bersahabat denganku. Aku akan merindukan tempat ini, sungguh… Bodoh! Menulis seperti ini saja membuat aku menitikkan airmata, siapa yang tau aku ini begitu cengeng, karena aku sangat galak kalau di kantor, hehehe… Kita memang tidak pernah bisa menilai penampilan luar orang. Seringkali malaikat ada di dekatmu, tidak dalam wujud yang kau bayangkan, tanpa sayap, tidak cantik jelita maupun rupawan. Jauh dari kesan anggun dan menawan, mungkin dia tampak begitu tak sempurna, tapi dia ada di dekatmu, selalu bersamamu, menolongmu dan mensupportmu, dengan caranya sendiri, yang mungkin kadang bagimu sangat jauh dari kelakuan malaikat seharusnya. Tapi dialah malaikat sejatimu…

“Goodbye Cikarang, I’m gonna miss you… Thank you for being nice to me for the last six months…”

Cikarang, 7 September 2013
~Jen~
09:25 pm

Menjelang detik Waisak 2013, masih di kost di Cikarang, tidak ada keramaian umat, tiada lantunan pujian kepada Tri Ratna, tiada kepulan dupa, harum wangi bunga ataupun nyala lilin persembahan. Yang tersisa di sini hanya sebuah hati, yang mencoba merenungi kembali kelahiran sebagai manusia, merenungi tujuan datang ke dunia, merenungi perjalanan yang masih harus ditempuh…

Menyadari sungguh betapa beruntungnya terlahir sebagai manusia, betapa beruntungnya dapat mengenal Dhamma ajaran Buddha.
Merenungi betapa diri ini masih diliputi keserakahan, kebencian dan kebodohan, dan sang “Aku” yang berkuasa.
Merenungi bahwa diri ini masih “tertidur”, masih terlalu banyak debu di mata yang harus disingkirkan, agar mata ini dapat terbuka dan “melihat” apa itu “kebenaran” yang sejati…

Teringat nasihat salah seorang Bhikku, “saat kematian bukan lagi merupakan hal yang menakutkan, maka tiada lagi yang perlu dikhawatirkan di dunia ini”. Mencoba memaknai dan menjalaninya saat ini…
Teringat akan sahabat batin yang sejati, yang selalu menyertai setiap langkah ini, Guru dan teman seperjalanan di dunia ini, dan di banyak kehidupan. Berikrar selamanya mengikuti langkah Guru, sekarang, selamanya di banyak kehidupan, sampai tercapai akhir pembebasan sejati…

Dan sebuah mimpi…cita-cita…ikrar… Yang saat ini belum dapat dijalankan…
Air mata ini adalah kesedihan atas “kemalasan” diri ini, bukan sebuah penyesalan, karena semua berjalan atas karma, “kehendakku” sendiri…

Semoga Waisak kali ini, kembali mengingatkanku untuk tidak “malas”, menyadari bahwa segala yang terkondisi tidak kekal, dan mengajakku untuk terus berjuang dengan penuh kesadaran…

Appamadena Sampadetha!

Selamat Hari Tri Suci Waisak 2557 BE/2013
Semoga semua makhluk berbahagia…

20130525-112815 AM.jpg

Cikarang, 25 Mei 2013
~Jen~

Tanyaku

20130518-083523 PM.jpg

Tuhan…
Mengapa aku merasa Engkau tengah menguji kesetiaanku?
Saat ini, saat aku begitu membutuhkanMu, mengapa Engkau seolah menjauh dariku?

Tuhan…
Apa salahku padaMu? Tidakkah Kau percaya aku akan selalu setia kepadaMu?
Bahkan saat terberat dalam hidupku, saat Kau tak mengabulkan pintaku, malah mengambil harta berhargaku, saat itu walau aku sangat marah kepadaMu, tapi tak sedikitpun aku berpaling dariMu. Sebaliknya aku justru berusaha untuk lebih mengenalMu.

Tuhan…
Apa yang Kau inginkan dariku? Apa yang harus kuperbuat agar Kau selalu bersamaku?
Mengapa Kau membiarkanku seorang diri dalam kebingungan?
Apakah aku harus menemukan sendiri jawaban atas semua tanya ini, tanpaMu menyertaiku?

Tuhan…
Aku tak tahu apakah aku akan mampu bertahan dalam kebingungan ini.
Apakah aku akan mampu melewati segala rasa sakit ini?
Apakah proses ini memang harus kulalui sendiri tanpaMu?
Bahkan tak Kau sisakan seorang temanpun untukku, mengapa Tuhan?

Maaf…aku tak pernah bemaksud mempertanyakan ini padaMu…
Maaf…seharusnya aku percaya padaMu, percaya bahwa Kau selalu ada untukKu…
Walau saat ini aku merasa sendiri, mungkin ada saat aku memang harus berjalan sendiri…
Tapi aku percaya, Kau ada di ujung perjalanan ini, menantiku dengan tanganMu yang terbuka lebar untukku… Selalu…
Kau selalu ada di sana menantiku, untuk sampai kepadaMu…

Cikarang, 18 May 2013
~Jen~

Dalam sendiriku dan kerinduanku akan-Mu, Tuhan…

Hi hi… (Baca: hai hai…) Ketemu lagi di sesi chit chat ala gue… Masih dari Starbuck Lippo Cikarang, kali ini bukan dalam rangka terjebak kemacetan, tapi gue bener-bener udah terjebak sampe harus tinggal di daerah ini… Zzzz… Ternyata ya, sebelum ke sini Tuhan udah kasih gue uji coba dulu, neh rasain deh tempat ini, oke gak? Ntar loe bakal tinggal di sini untuk sementara waktu…mungkin gitu kata Tuhan ke gue, dalam bahasa gue tentunya hihihi…

Udah lama gak nulis, sejak gue musti kost di daerah ini, dan nyemplung di pabrik, dan tetep aja nggak ada perubahan jam kerja, tetep aja gue pulangnya malem karena seharian sibuk urus ini itu plus meeting ini itu, masih pula harus kerjain administrasi ini itu, kerjaan ini itu yang nggak jelas, kadang urusan sapa, gue juga yang digeret-geret, heran pada kuat ya geret-geret gue, padahal gue berbobot gini, hihihi… Banyak hal yang mo gue tulis karena banyak hal yang terjadi di sekeliling gue yang membuat gue pengen nulis, tapi balik lage, 24 jam sehari itu kurang buat seorang Jennifer, padahal gue udah tidur cuma 4-5 jam aja sehari, gimana kalo gue tukang tidur ya? Lebih kurang lagi neh waktu.

Kembali ke topik, loh emang dari tadi gue dah buka topik? Perasaan dari tadi gue masih ngoceh ngalor ngidul gak jelas gini, hahaha… Baiklah kembali ke ipad, hahaha… Karena gw nulis di ipad so bukan kembali ke laptop ye… Topik kita malem ini, yang pengen banget gue tulis itu soal “bekerja dengan hati”. Kenapa gue pengen nulis soal ini? Banyak hal belakangan ini yang bikin gue berkali-kali harus bilang kalo orang tuh kalo kerja musti pake hati. Terakhir kejadian gue sama salah satu customer service jasa pengiriman paket yang udah terkenal dari dulu. Gak usah sebut merek lah tapi kalo ditanya yang 3 huruf ato 4 huruf? Gue jawab 4 huruf. Hahaha… Jadi ceritanya kiriman paket gue ke Medan gak sampe-sampe, padahal paket ini sampel, mana dikirimnya ke customer yang cerewetnya amit-amit dah, eh paketnya yang harusnya sampe dalam semalem malah kagak nyampe juga. Gue tracking di web nya statusnya dah sampe Medan tapi belum dikirim ke alamat tujuan. Maka teleponlah gue ke customer service nya, pertama gue salah telpon ke kantor nya, disuruh telpon ke no customer service, oke dah gue telpon, eh mba yang angkat jawabnya ogah-ogahan pas gue tanya status kiriman gue, malah langsung dijawab telpon aja ke medan langsung. Lah gue tanya lagi donk emang gak bisa dicek, eh malah dia jawab lagi kali ini dengan nada setengah ketus suruh gue telpon ke no Medan yang dia kasih. Oke gw masih bisa sabar walau gue sempet nanya, oh gini ya pelayanannya, eh bukannya say sorry malah jawab dengan nada gak enak kalo aturannya emang kayak gitu. Akhirnya gue telpon ke no Medan yang dikasih, baru gue nanya status kiriman dengan sebut nomor resi nya, yang terima telpon langsung suruh gue telpon lagi ke nomor lainnya lagi, di Medan juga. Habislah kesabaran gue dan gue ngomong dengan ketus, oh jadi gini cara pelayanannya? Gue dioper sana sini? Lebih marah lagi waktu gue telpon ke nomor yang terakhir dikasih ke gue malah dijawab kalau alamatnya gak jelas?? Padahal orang pabrik gue udah tulis alamat dengan jelas.

Dan dengan rasa kesal gue menulis email ke customer service untuk komplain atas pelayanannya yang menurut gue mengecewakan dan yang namanya customer service nya bener-bener gak layak untuk disebut customer service! Gue tau yang namanya cs alias customer service emang bukan pekerjaan mudah, mau lo lagi kesel, bete, marah ataupun sedih, lo kudu musti harus memperlihatkan muka senyum atau kalau loe cs online ya setidaknya suara loe harus terdengar ramah dan manis, bukannya jutek dan sebangsanya, karena itu adalah bagian dari job desc dan tanggung jawab kerja yang harus loe lakonin karena sudah memilih pekerjaan itu!

Sama juga dengan profesi lainnya, mau loe seorang marketing, sales, QC, produksi, ataupun cuma seorang admin, loe seharusnya bekerja dengan “hati” loe! Oke mungkin loe kecewa dengan perusahaan, dengan atasan dan lain sebagainya, tapi tetep aja loe punya tanggung jawab atas pekerjaan loe! Dari dulu kalau gue kerja pasti gue akan kerja sepenuh hati, karena buat gue kerja itu ibadah. Kerja bukan hanya pekerjaan, tapi seluruh “kerja” dalam pengertian “perilaku” gue itu adalah ibadah dan tanggung jawabnya sama diri gue sendiri dan sama Tuhan gue. Lalu mungkin loe tanya kenapa kalau gitu gue sering pindah-pindah kerja? Sebenernya gue punya alasan untuk masing-masing, tapi apapun itu buat orang lain itu akan jadi sebuah “alasan”. Maka gue hanya bisa bilang, gue hanya mengikuti kata hati gue aja. Karena uang tidak bisa “membeli” gue, pekerjaan gue dan loyalitas gue. Gue gak munafik, gue butuh uang untuk hidup, tapi gue gak mau diperbudak oleh uang, jadi yang membuat gue bertahan di satu pekerjaan adalah “hati” gue.

Kadangkala loe harus melakukan hal yang belum tentu sesuai dengan keinginan loe, harapan loe atas pekerjaan ideal, pekerjaan impian loe. Hmm kalo bicara pekerjaan impian, mungkin gue orang yang banyak punya mimpi. Gue sempet pengen punya sekolah khusus anak bermasalah alias anak-anak bandel, pengen juga punya toko kue atau bridal sendiri karena gue suka yang manis-manis dan cantik. Sempet punya cita-cita jadi penulis sambil keliling dunia. Lalu gue akhirnya kerja jadi marketing dan gue sangat menyukai pekerjaan itu, tapi sekarang malah jadi harus ngurus pabrik, ngurus hal-hal yang mungkin kalau boleh milih dan boleh jujur gue akan bilang kalau gue gak suka, sekalipun gue mampu melakukannya, karena dalam kamus seorang Jennifer gak ada yang gak bisa dilakukan! Tapi balik lagi, kerja itu buat gue ibadah, dan loe gak selalu dapetin apa yang loe mau, dan yang terpenting, “hati” gue masih menyuruh gue untuk melakukan ini. Apapun itu, tidak ada hal yang kebetulan, segala sesuatu terjadi ada sebab dan juga ada akibatnya. Dan yang pasti gue percaya bahwa ada hal yang harus gue pelajari dari ini semua, karenanya gue tetap bekerja dengan sepenuh hati gue, suka tidak suka dengan yang gue hadapi, gue tetap menjalankan “ibadah” gue dengan semampu dan sebaik mungkin. Dan gue percaya tidak ada yang sia-sia jika loe mengerjakan sesuatu dengan sepenuh hati, entah kapan dan dalam bentuk apa, suatu hari loe akan memetik hasilnya,

Aiiihhh kenapa sekarang jadi serius gini ya? Hahaha ini gue jadi nulis panjang lebar, udah pindah sekarang dah di kost karena gue udah nyaris di usir tadi karena udah tutup Starbuck nya, bahkan mobil gue jadi mobil ketiga terakhir yang ada di parkiran Citywalk, hihihi…. Sayang tuh Starbuck kagak 24 jam, kalau 24 jam mungkin gue bisa nongkrong sampe pagi! Hahaha… yang 24 jam cuma McD yang ada di sebelahnya dan rasanya gak seru kalau nongkrong di McD dan cuma ditemani segelas coke?! Hohoho… Ok saatnya mengakhiri tulisan ini, semoga tulisan gak jelas ini bisa bikin yang baca “mikir” sedikit, asal jangan “mikir” karena bingung sama ocehan gue aja, hahaha…

Ok gue tutup dengan satu pesen dari paman gue almarhum Steve Job di bawah ini. Kata-katanya bener banget, dan apakah gue masih “mencari” atau gue sudah “menemukan”? Hmmm…. Nggak tau, gue cuma mengikuti kata hati gue aja 😀 so mysterious? Yes, I am! Hihihi…. Ciaoooo…..

20130422-114847 PM.jpg

Cikarang, 22 April 2013
~Jen~
11.59 pm

Lem Tikus

Sebenarnya peristiwa ini sudah lama terjadi, dulu sekali sewaktu aku masih duduk di bangku SD. Aku lupa tepatnya kelas berapa, tapi rasanya antara kelas 4 atau 5 SD. Entah kenapa kejadian saat itu masih kuingat sampai saat ini, terutama saat-saat aku lagi teringat akan almarhum papi. Lucunya sambil mengingat peristiwa itu, otakku terus berpikir menelaah ‘pesan’ apa yang sebenarnya bisa kupelajari dibalik peristiwa itu. Setelah sekian lama berpikir, rasanya aku sudah bisa memahami makna yang bisa kuambil dari peristiwa tersebut dan baru sekarang ini sempat kutuliskan.

Ceritanya dulu aku punya sebuah rautan pensil model yang diputar, berbentuk kereta api. Rautan model ini mungkin masih menjadi barang langka di tahun 80an, apalagi buat kota kecil (baca: desa) tempatku tinggal. Rautan tersebut adalah oleh-oleh yang diberikan pamanku dari Taiwan, dan hasil rautannya sangat runcing, berbeda dengan rautan pensil dengan cermin yang umumnya dipakai pada jaman itu, sehingga lengkaplah sudah rautan berbentuk kereta api tersebut jadi barang mewah yang sangat disayangi oleh kami bertiga, aku, kakak dan adikku, pada saat itu.

20130202-100521 PM.jpg

Suatu ketika, entah karena terlalu sering dipakai, atau juga ada kesalahan dalam pemakaian, pemutar yang ada di bagian belakang rautan tersebut patah. Kami bertiga pada saat itu tidak tahu pasti siapa yang sudah merusaknya, rasanya tiap anak punya andil dalam rusaknya rautan tersebut. Karena pemutarnya patah, maka rautan tersebut tidak lagi dapat digunakan. Tapi sudah menjadi kebiasaan di keluarga kami untuk tidak begitu saja membuang barang yang rusak. Papi adalah pedagang, tapi rasanya kalau jaman itu papi punya kesempatan untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi, kupikir papi akan mendapatkan gelar insinyur. Tidak sedikit perabot di rumah kami yang rusak tapi bisa diperbaiki oleh papi, termasuk juga alat-alat elektronik, jika kerusakannya ringan, papi akan bisa memperbaikinya. Oleh karena itulah rautan pensil yang patah itu tidak serta merta kami buang, selain karena rasa sayang tentunya, tapi juga karena dirasa masih bisa diperbaiki. Maka rautan pensil tersebut masuk dalam daftar tunggu benda-benda yang akan papi perbaiki di waktu senggang.

Belum sempat rautan itu diperbaiki oleh papi, aku sudah ingin menggunakannya, dan entah karena darah keturunan papi yang mengalir di tubuhku, atau aku sendiri memang orang yang tidak bisa diam dan selalu berusaha sendiri, maka timbullah keinginanku untuk memperbaiki sendiri rautan pensil tersebut. Aku mencoba melihat kerusakannya, “hmm, ini hanya karena patah saja, jika aku berhasil merekatkan kembali pemutar yang ada di bagian belakang tersebut, maka rautan ini bisa kugunakan kembali,” begitu pikirku saat itu. Maka mulailah aku memutar otak, kira-kira lem apa yang cukup kuat, yang bisa kupakai untuk merekatkan bagian yang patah tersebut. Aku berpikir keras, lalu mencoba sebuah lem yang biasa dipakai untuk merekatkan bahan kertas, kain dan bahkan kayu, namun tidak berhasil, tentu saja karena rautan pensil itu terbuat dari bahan semacam plastik. Kembali aku putar otak, dan tiba-tiba terlintas dalam benakku, “Aha! Pakai lem tikus aja, pasti akan menempel dengan kuat, tikus aja bisa nempel,” begitu yang ada dalam pikiranku. Maka ku ambillah lem tikus yang kebetulan kulihat di depan mataku. Apalagi di kotak lem tikus itu ada gambar gajah yang ikut nempel, makin yakinlah aku bahwa lem ini akan merekat dengan kuat. Namun apa yang terjadi? Bukannya merekat kuat, lem itu tidak kering-kering dan bagian pemutar yang patah itu tetap tidak bisa menempel kembali. Putus asa melihat hasilnya, akhirnya kubiarkan saja rautan itu apa adanya.

Waktu berselang, tiba giliran rautan itu untuk diperbaiki papi, dan kebetulan aku sedang duduk di dekat papi. Papi mengeluarkan rautan itu dari kotaknya, memperhaikan sebentar kerusakan yang ada, lalu mulai mengutak-atik bagian yang rusak. Tiba-tiba dengan heran papi bergumam, “Kenapa kok ini lengket ya?” katanya sambil memegang bagian yang patah. Lalu aku yang melihat dan sadar akan hasil perbuatanku serta merta berkata, “Eee kayaknya waktu itu Jen pernah coba benerin dan pakein lem tikus, Pi.” “Hah! Dasar bodoh! Mana bisa nempel, bedul, lem tikus mah bikin lengket, mana bisa kering! Pantesan lengket begini,” seru papi kepadaku. (Umpatan “bodoh” sudah cukup lazim di keluarga kami, tanpa maksud mengatai bodoh dalam arti sesungguhnya, karena jelas kami bertiga anak papi selalu dapat juara di kelas, mungkin karena itulah kalau ada perbuatan kami yang dinilai tidak mencerminkan kepintaran kami, papi atau mami akan mengatakan kami “bodoh”; sementara “bedul” entah bahasa apa, tapi kami anak-anaknya sering dipanggil begitu oleh papi). Saat itu aku hanya bisa nyengir saja, tapi otak anak umur 9 – 10 tahun-ku saat itu masih tidak habis pikir, bagaimana mungkin yang namanya “lem” yang seharusnya fungsinya melekatkan, tidak bisa membuat benda menempel, padahal tikus saja bisa nempel!

Dalam perjalanan waktu, dan banyak pelajaran yang kuterima, akhirnya aku bisa memahami mengapa yang namanya “lem tikus” itu bisa membuat tikus menempel di papan umpan, tapi tidak bisa merekatkan rautan pensilku. Meski begitu, selama bertahun-tahun peristiwa “lem tikus” itu kerap melintas dalam pikiranku. Aku kerap berpikir apakah dengan melakukan hal itu berarti aku ini “bodoh”? Hmmm rasanya tidak juga, kalau aku bodoh, tidak mungkin saat itu IQ ku 133, ukuran yang termasuk genius (sombong dikit ya, hihihi). Tapi benar-benar peristiwa itu buat aku mikir. Dan sekarang sepertinya aku mulai memahami, apa yang kulakukan saat itu memang sebuah “kebodohan”. “Kebodohan” bukan berarti otakku yang bebal, tapi “kebodohan” karena “ketidaktahuan”.

Demikian halnya dengan kehidupan kita sebagai manusia. Sang Buddha menyampaikan ada tiga racun yang meliputi manusia, yaitu keserakahan, kebencian dan kebodohan. “Kebodohan”, ini sering disebut sebagai “kegelapan batin”, mengapa? Karena “kebodohan” di sini adalah “ketidaktahuan”, orang yang tidak tahu ibarat berada dalam kegelapan. Dari peristiwa “lem tikus” ini ternyata memberiku banyak pelajaran, yang pertama, “kebodohan” atau “ketidaktahuan” bisa menjerumuskan manusia. Tidak dapat memahami benar dan salah seringkali membuat manusia melakukan perbuatan yang merugikan dirinya sendiri. Benar dan salah memang sangat “relatif” di dunia ini, karena itulah dibutuhkan “kebijaksanaan” untuk dapat “melihat”-nya. Yang kedua, manusia bisa “belajar” untuk dapat mengikis “kebodohan”, tentu saja diperlukan waktu dan proses pembelajaran, seperti halnya aku yang pada akhirnya dapat memahami cara kerja “lem tikus”. Yang ketiga, kadangkala apa yang “terlihat” seringkali tidak demikian adanya, ditambah lagi dengan “kebodohan” kita, “ketidaktahuan” kita, “kegelapan batin” kita, membawa kita pada pengertian yang salah, dan parahnya kita lalu mengangap itu sebagai hal yang benar. Seperti aku kecil yang menganggap bahwa yang namanya “lem” akan dapat melekatkan benda yang ingin kutempel, maka aku berpikir bahwa jika seekor tikus saja bisa menempel, maka lem itu sudah pasti sangat kuat dan mampu merekatkan rautan pensilku, ini pengertian yang salah yang saat itu kuanggap benar! Untungnya kembali ke point kedua, dalam perjalanan waktu aku mau “belajar”, “mengkaji”, “membuktikan”, dan akhirnya “memahami”‘ “mengakui” dan “menerima” bahwa aku telah “salah”. Sehingga ini menjadi point keempat, asalkan ada kemauan untuk belajar, mau mengakui kesalahan, tidak ngotot dengan pemahaman sendiri atau merasa diri sudah benar, maka dengan membuka diri kita, kita dapat “melihat kebenaran” di sekitar kita, dan perlahan-lahan mengikis “kegelapan batin” atau “kebodohan” kita.

Semoga peristiwa “lem tikus” ini bisa senantiasa menjadi pengingat bagiku dalam “menempuh perjalanan” ini. Semoga anda yang membacanya dapat pula mendapatkan manfaat, apapun itu, bisa jadi hanya sebagai sekedar hiburan atau bacaan iseng, it’s oke, setidaknya ada manfaat. Segala karma baik yang ditimbulkan oleh tulisan ini, semoga melimpah pada almarhum papi dan semua makhluk, semoga semua senantiasa berbahagia dan terbebas dari penderitaan, Sadhu Sadhu Sadhu.

Jakarta, 3 Februari 2013
~Jen~

10.38 pm